Tanpa Seragam, Siswa Pengungsi Kembali ke Sekolah
    IND | ENG

Tanpa Seragam, Siswa Pengungsi Kembali ke Sekolah

By : Hana 14 Januari 2005 News Categori : Berita

Jumat, 14 Januari 2005, 19:27 WIB -Berita Umum- Tanpa Seragam, Siswa Pengungsi Kembali ke Sekolah Reporter: AK-7 - Lhokseumawe, 2005-01-14 09:17:40 Lhokseumawe, AcehKita. Sebanyak 558 siswa pengungsi asal Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe kembali ke sekolah setelah 16 hari penuh tidak bersekolah akibat gedung sekolah mereka yang hancur dihantam tsunami. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Lhokseumawe Drs H Mursyid Yahya, Kamis (13/1) mengatakan, ratusan siswa tersebut berasal dari sekolah yang hancur tertimpa musbiah gelombang tsunami. Mereka yang kembali ke sekolah adalah siswa TK Al-Musdar yang kini belajar di kamp pengungsian Blang Mangat, siswa Madrasah Ibtidayah Swasta Kemukiman Meuraksa, siswa SDN 7 yang belajar di SDN 2 Blang Mangat, siswa SDN 6 yang belajar di SDN 1 Blang Mangat dan sebagian ditempatkan di SDN 1 Bayu, serta siswa SMPN 10 Lhokseumawe yang belajar di MTSN Puentuet. Proses belajar mengajar tersebut sebenarnya sudah mulai pada Senin (10/1) lalu, dengan sistim bergilir. Untuk anak pengungsi disediakan waktu siang hari dari pukul 14.00 hingga 16.00 WIB. Sementara di pagi hari, gedung sekolah ditempati oleh siswa-siswa setempat. Namun menurut sejumlah siswa, mereka tidak datang ke sekolah karena kendala transportasi dan tidak adanya seragam sekolah. Namun setelah diberikan keringanan tentang seragam, mereka akhirnya mulai aktif belajar. “Kendati dalam keadaan darurat, proses belajar mengajar akan terus kami upayakan dengan memberikan seragam sekolah bagi siswa yang tidak memilikinya, buku tulis dan peralatan tulis,” kata Mursyid. Bahkan untuk mengatasi transportasi menyusul jauhnya jarak dari lokasi pengungsian ke sekolah, Pemerintah Kota Lhokseumawe menyediakan bus antar-jemput. Sedangkan guru yang mengajar berasal dari guru sekolah asal mereka. Sementara itu mengenai kurikulum yang diterapkan, Mursyid menyatakan, tidak ada perbedaan kurikulum baik dari tingkat siswa SD/MI dan SMP. ”Karena dalam keadaan bagaimanapun kurikulum sekolah tidak boleh diubah,” katanya. Sementara di wilayah Aceh Utara, sebanyak 6.729 anak usia sekolah dari berbagai tingkatan  yang berada di kamp pengungsian juga telah melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah sejak Senin (10/1). Kendati, berdasarkan pantauan acehkita, fasilitas belajar mereka sangat kurang, termasuk seragam. Akibatnya, sebagian besar memilih untuk tidak datang ke sekolah [dan] sumber : acehkita.com

© Airputih.or.id. All rights reserved.