Susah Payah Membangun, Kini Rusak Lagi
    IND | ENG

Susah Payah Membangun, Kini Rusak Lagi

By : Hana 15 September 2007 News Categori : Uncategorized

Sabtu, 15 September 2007 03:48:02 Gempa Bengkulu Susah Payah Membangun, Kini Rusak Lagi Kategori: Gempabumi (246 kali dibaca) Ema Suryani (40) kini hanya bisa pasrah. Matanya tampak sembap. "Sudah tiga hari ini kami sekeluarga tidak tidur. Selain tak punya tempat berteduh, kami juga sangat trauma. Gempa telah merenggut ketenangan hidup kami," ungkap ibu tiga anak yang tinggal di RT I Kelurahan Lempuing, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Gempa yang mengguncang Bengkulu sejak Rabu (12/9) petang telah menghancurkan rumah semipermanen yang dia tempati baru satu tahun itu. Rumah tersebut merupakan pengganti bangunan yang roboh tahun 2000, juga karena gempa. Meski dalam gempa kali ini rumahnya tidak roboh total, namun lantainya ambles, dindingnya runtuh, dan sebagian besar tiangnya lepas. Intinya, rumah itu tak bisa lagi ditinggali. Ema hanya salah satu dari ribuan warga Kota Bengkulu yang mengalami trauma psikologis berkepanjangan akibat gempa. Sebab, ketika gempa tektonik berkekuatan 7,3 skala Richter mengguncang tanah Bengkulu tahun 2000, Ema dan keluarganya juga menjadi korban. "Ketika gempa tujuh tahun lalu, rumah saya hancur, ambruk rata (dengan) tanah. Gempa tiga hari lalu makin memukul perasaan saya sekeluarga karena rumah yang sudah susah payah dibangun pascagempa ternyata dalam sekejap kembali ambruk karena gempa pula. Saya, suami, dan anak-anak tidak tahu lagi sekarang harus berbuat apa," ujarnya. Ema memang tidak sendirian menjadi korban gempa beruntun. Seperti diakui Ketua RT I Lempuing Jono Trijaya, waktu gempa tahun 2000 sekitar 90 persen dari 150 rumah warga di RT ini roboh dan rata tanah. Sekarang, walaupun gempa lebih dahsyat, rumah yang roboh tercatat hanya 4 unit dan 12 lainnya rusak berat. Kendati kerusakan fisik tidak parah, Joko mengakui guncangan gempa yang begitu hebat Rabu lalu tetap saja berdampak serius. Gempa telah memorakporandakan semangat hidup warga. "Kini setiap kali gempa susulan, banyak warga spontan menjerit histeris. Bahkan, ada yang berlarian tak keruan. Warga benar-benar trauma dengan gempa," kata Joko. Sensitif isu tsunami Setiap kali gempa, permukiman penduduk di Lempuing, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu, memang selalu terkena dampak paling parah karena struktur tanahnya labil. Apalagi, permukiman itu terletak sekitar 150 meter saja dari pantai. Oleh karena itu, tiap kali gempa warga Lempuing paling sensitif termakan isu tsunami. "Di sini lebih dari 75 persen dari sekitar 300 rumah warga rusak karena gempa tahun 2000. Bersyukur ketika gempa tiga hari lalu tidak banyak yang rusak. Faktor penolongnya adalah karena guncangan gempa tidak mengentak seperti tahun 2000, tetapi hanya mengayun," kata Anang Kurniawan (32), warga yang juga tinggal di RT I Lempuing. Ayah dua anak ini menceritakan, ketika gempa tujuh tahun lalu, rumahnya bersama tujuh rumah lain yang satu deret betul-betul rata dengan tanah. Selain rumah ambruk, sebagian besar warga luka karena gempa terjadi tengah malam ketika warga sedang tidur. Sulit membangun Bengkulu, yang sebagian wilayahnya terletak di pesisir barat Sumatera, memang merupakan daerah rawan gempa. Bahkan, sebagian rumah warga yang rusak tersebut sebelumnya juga pernah mengalami kerusakan saat gempa tahun 2000. Darkasi (55), warga Desa Pal 30, Kecamatan Lais, rumahnya juga mengalami kerusakan akibat gempa pada tahun 2000. Pria yang bekerja sebagai petani tersebut harus mengeluarkan dana Rp 5 juta untuk memperbaiki rumahnya. Namun, tahun ini rumah yang ditinggali keluarga dengan lima anak itu kini kembali rusak akibat diguncang gempa. Bahkan, kerusakan rumahnya kini lebih parah karena nyaris rata dengan tanah. "Saya sudah pasrah. Jangankan memikirkan bagaimana membangun kembali rumah, untuk makan keluarga sehari-hari saja sudah susah. Tahun ini kami hanya bisa merayakan lebaran di tenda," tutur Darkasi. Pengungsi yang telah mengalami dua kali bencana ini memang terlihat sudah putus asa. Semoga pemerintah bisa mengurangi penderitaan mereka, minimal dengan memperlancar bantuan pangan, obat-obatan, tenda, ataupun selimut yang belum diterima oleh sebagian besar korban.((Achmad Zulkani/ BM Brigita Grahadyarini))   Sumber: kompas

© Airputih.or.id. All rights reserved.