Saya ingin belajar komputer
    IND | ENG

Saya ingin belajar komputer

By : Taufik Hazan Asari 12 Mei 2009 News Categori : Berita

"Kami ingin belajar komputer, agar tidak kalah dengan tunanetra di luar Papua," ujar Piter Rumander. Ia salah satu remaja yang tinggal di Panti Tunanetra Cendrawasih Biak. Pemuda asal Manokwari itu juga membuktikan apa yang ia katakan, ia berhasil mengetikkan nama lengkapnya, meskipun ia belum tahu komputer sebelumnya. Inilah cerita hari pertama pelatihan dari Biak. Hal yang sama di Ponorogo untuk hari pertama pelatihan. SLB/A Aisyiyah adalah sekolah sekaligus asrama bagi penyandang cacat tuna netra. Di sekolah ini terdapat sekitar 30 siswa tuna netra. Kepala Sekolah SLB/A memberikan sambutan pada acara pembukaan, di susul oleh Kepala Yayasan Aisyiyah. Setelah itu kami bersosialisasi, menyampaikan harapan-harapan kami. Mereka sangat bersyukur dan senang, karena bisa mendapatkan mendapatkan pelatihan dan bimbingan serta hibah komputer. Delapan nama peserta pelatihan komputer yang tercantum dalam daftar absen yang diberikan oleh pengurus Panti Tuna Netra Cendrawasih, Biak. Namun yang muncul hanya enam orang, satu orang Pulang ke Jayapura dan satu orang lain entah kemana. Permintaan untuk dua guru pendamping juga tidak ada, mereka hanya muncul sebentar. Semua pengurus panti sibuk dengan pesiapan serah terima jabatan kepala panti yang akan berlangsung besok pagi."Saya baru bisa intens mulai hari Rabu," ujar Marmah, petugas tata usaha panti yang juga sekaligus instruktur. [caption id="attachment_429" align="alignnone" width="400" caption="Pelatihan menggunakan komputer di Panti Cendrawasih, Biak."]Pelatihan menggunakan komputer[/caption] Para kaleyen atau murid di panti sudah datang pukul sembilan. Satu-satu persatu mereka mulai menduduki tempat yang disediakan. Umurnya juga bervariasi, termuda berumur 19 dan tertua umur 39. Rata-rata dari mereka tidak menyelesaikan pendidikan formalnya. Hanya ada satu yang baru menyelesaikan pendidikan SMP-nya, itupun ia sudah berumur 24 tahun. Afandi Rumbarar, namanya, juga menjadi satu-satunya orang yang mengenal komputer baik fungsi ataupun apa yang bisa dilakukan di komputer. "Saya sering ke radio Mercury, sa (saya-red) tahu komputer disana," kata dia. Pelatihan hari pertama di Yayasan Karya Murni, Ruteng NTT diikuti oleh 11 siswa serta 3 guru, termasuk Pak Elias, pimpinan Yayasan Karya Murni. 11 siswa peserta antusias dan sangat ingin mengenal komputer, membuat kinerja tim airputih jadi lebih mudah untuk mengajar mereka. Pendekatan personal perlu dilakukan, karena masing-masing personal mempunyai tingkat pemahaman dan kemampuan yang berbeda. Satu-persatu kami nyalakan komputer. Mereka mulai meraba-raba apa piranti yang ada didepan mereka agar lebih familiar. Satu persatu kami jelaskan hardware yang tampak seperti keyboard, monitor, CPU dan headset. Kami ajari juga untuk menyalakan komputer. Mereka bebas mencoba. Harus perlahan-lahan memang, justru disinilah nikmatnya. Ketika bisa membantu mereka, dan mereka bisa melakukannya sendiri. Merupakan suatu kepuasan bisa melihat mereka senyum. [caption id="attachment_430" align="alignnone" width="400" caption="Peserta pelatihan di Panti Cendrawasih dikenalkan dengan komputer dan cara menggunakannya"]Peserta pelatihan dikenalkan dengan komputer dan cara menggunakannya[/caption] Mereka rata-rata coba menghapalkan keyboard. Daya tangkap tiap orang juga mempengaruhi apa yang mereka lakukan. Di Biak, Pieter menjadi salah satu bintangnya, ia sudah bisa menuliskan nama lengkapnya di sesi pertama. "Lebih jelas kalau baca buku", celoteh Zainal peserta pelatiha di Ponorogo. Rata-rata di Ponorogo kebanyakan sudah mengenal komputer, karena komputer merupakan salah satu pelajaran yang di ajarkan. Kendalanya adalah mereka belum begitu paham dengan Linux. Bagi yang awal, kesulitan yang dialami adalah menghapalkan letak huruf-huruf secara tepat. Untuk membaca, kami juga mulai mengenalkan penggunaan numlock untuk membaca apa yang mereka tuliskan. Tombol fungsi seperti alt, tab dan control juga mulai kami kenalkan. Mereka sampai berkeringat di sesi ini. Tegang. Bagusnya, di akhir sesi kedua ini empat dari enam peserta semua telah bisa menulis sebuah kalimat sederhana. Seperti nama saya adalah, saya suka apa, atau ucapan selamat datang. Tantangan di Biak yang paling nyata saat ini mengajak para instruktur untuk lebih berperan aktif. Kami tunggu sampai Rabu. Misalkan mereka masih kesulitan, alternatifnya adalah membuat sesi khusus guru. Selain itu kami masih belum disiplin untuk membagi sesi mengenal komputer. Itu yang akan kami perbaiki  dan besok juga akan ada salah satu murid putri yang akan mengikuti pelatihan. Besok, sesinya masih mengenal lebih dekat komputer dan coba mereview apa yang mereka lakukan hari ini. SLB/A Aisyiyah Ponorogo sedikit beruntung karena ada Pak Muin, seorang guru dan penyandang tuna netra. Beliau sudah mahir mengetik 10 jari, dengan sabar membantu kami membimbing murid-murid yang kesulitan menggunakan keyboard. Kami mendengarkan cerita dari Ambhar salah seorang siswa yang tinggal di asrama. "Kamu tadi belajar apa Mbhar", tanya teman kamar di asrama, "aku ya belajar megang keyboard, buka aplikasi, buka dokumen dan mencari buku".

© Airputih.or.id. All rights reserved.