Satu Bulan Tsunami, Distribusi Bantuan Belum Merata
    IND | ENG

Satu Bulan Tsunami, Distribusi Bantuan Belum Merata

By : Hana 26 Januari 2005 News Categori : Berita

Rabu, 26 Januari 2005, 05:25 WIB -Berita Umum- Satu Bulan Tsunami, Distribusi Bantuan Belum Merata Reporter: Nur Raihan Banda Aceh, Distribusi bantuan berupa kebutuhan sembako untuk para pengungsi, sejauh ini belum merata meski sudah hampir satu bulan para pengungsi berada di kamp-kamp mereka. Umumnya, distribusi hanya lancar ke kamp-kamp pengungsi yang besar, sementara kamp-kamp pengungsi yang kecil dan agak ke pelosok sepertinya masih agak terlupakan. Seperti dituturkan Zainabun (29), pengungsi yang berada di lereng perbukitan Mata Ie, Aceh Besar, bantuan yang mereka terima biasanya 3 hari sekali atau seminggu sekali. "Lihatlah ini, mereka hanya memberi kami satu kantong beras untuk satu keluarga. Padahal ini hanya bisa untuk satu hari. Coba ibu bayangkan, mereka baru datang tiga hari atau seminggu lagi, biasanya," ujar Zainabun pada detikcom, Selasa (25/1/2005) sembari menunjukkan kantong beras di dekatnya. Pagi tadi, kebetulan mereka menerima bantuan setelah tiga hari lalu. Tiap-tiap kantong beras berisi 1 Kg. Selain beras, mereka juga diberikan minyak tanah sebanyak 20 liter. Kadang-kadang, mereka mendapat mie instan dan air mineral. "Kadang-kadang kami makan nasi saja. Atau kalau ada diantar orang pisang, kami rebus. Dari pada kami lapar. Kasihan anak-anak. Pernah juga minta sayur dengan orang Jawa yang ada di sana itu, tapi malu juga kalau minta tiap hari," katanya. Diakuinya, kebutuhan lain seperti telur, minyak goreng sampai saat ini belum mereka dapatkan. Sewaktu Hari Raya Idul Adha lalu, daging kurban yang mereka dapatkan terpaksa dimasak dengan mie instan karena bumbu dapur dan lain-lainnya tak ada. "Bagaimana bu, mau belanja bumbu saja kita tak punya uang," ucapnya. Sudah satu bulan Zainabun berada di tempat tersebut bersama 6 keluarga lainnya. Mereka berasal dari Desa Lambaro Kueh, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar. Desa mereka yang berjarak sekitar 20 km dari tempat itu, hancur dan rata dengan tanah. Mereka menempati tanah yang cukup luas. Di tanah tersebut, ada sebuah rumah panggung yang sudah cukup tua, berukuran 4 meter kali 5 meter. Para wanita dan anak-anak, menurut Zainabun, tidur di rumah tersebut, sedangkan para lelaki tidur di 2 tenda yang terpasang di halaman. "Pemilik kebun ini pernah datang kemari. Dia juga kehilangan rumahnya di Banda Aceh. Syukurnya kami diperbolehkan tinggal di sini. Soalnya kami tak punya tempat lain," akunya. Sewaktu kejadian, Zainabun yang tengah hamil 5 bulan ini lari menyelamatkan diri sejauh hampir 20 km bersama dua orang anaknya. Dia sempat terpisah dengan suaminya yang saat itu tengah memetik mangga untuk dijual ke kota. "Saya tak sadar sudah berada di atas gunung ini. Waktu itu saya pikir apa saya sudah mati," kata dia. Sebelum pamit, ibu dua anak ini menitipkan pesan. "Kami butuh sekali kompor. Karena kalau hujan tak bisa masak. Air mengalir dari atas, semuanya basah. Satu keluarga, paling tidak butuh satu kompor, Bu," pesannya. Sumber: detikcom

© Airputih.or.id. All rights reserved.