Ribuan Pengungsi Sidoarjo Dilanda Depresi
    IND | ENG

Ribuan Pengungsi Sidoarjo Dilanda Depresi

By : Hana 13 Juni 2007 News Categori : Berita

Rabu, 13 Juni 2007 10:17:51 Sikap Agresif pada Anak-anak Pengungsi dapat Mengarah ke Anarki Ribuan Pengungsi Sidoarjo Dilanda Depresi Kategori: Sidoarjo (58 kali dibaca) Jakarta, Kompas - Ketidakpastian masa depan berpotensi menimbulkan serangan depresi pada ribuan pengungsi korban bencana lumpur Lapindo Inc, Sidoarjo. Karena itu, pemerintah harus bertanggung jawab terhadap penyelesaian masalah para pengungsi, termasuk pelayanan kesehatan fisik dan mental bagi mereka. "Pemerintah memegang peran kunci dalam penyelesaian masalah para pengungsi ini. Jangan membuat masalah berlarut-larut sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi mereka," kata Nalini, psikiater dari Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Selasa (12/6), di Sekretariat Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta. Menurut informasi dari Ikatan Dokter Indonesia, saat ini jumlah pengungsi gelombang kedua mencapai 3.300 keluarga. Kendati jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan sebelumnya, masalah mereka jauh lebih kompleks. Aroma gesekan kepentingan antarpengungsi ataupun dengan institusi sangat terasa. Masalah kesehatan psikososial berpotensi serius karena kompleksitas masalah yang dihadapi para pengungsi di tempat penampungan, ujar Kepala Puskesmas Porong, Hari. Biaya perawatan pengungsi juga jadi masalah karena belum ada legalitas kebijakan penggratisan biaya pengobatan yang semula dijanjikan pemerintah dan Lapindo. Penyakit yang diidap pengungsi tertinggi adalah infeksi saluran pernapasan akut, disusul penyakit lain seperti myalgia, hipertensi, dan dermatitis. Selain itu juga muncul gangguan kesehatan paru akibat pencemaran gas bersama keluar yang Kesehatan jiwa Ketidakpastian penyelesaian masalah pengungsi lumpur Lapindo ini mengakibatkan banyak warga mulai menderita depresi kronis. "Secara budaya, masyarakat Surabaya dan sekitarnya memiliki heroisme tinggi. Jika masalah ini berlarut, ini bisa memicu anarkisme di kalangan para pengungsi," kata Nalini. Sejauh ini, gejala simptomatik mulai muncul di lapangan, seperti emosi yang tidak stabil, dan banyak ditemukan masalah suami-istri dan antar-pengungsi. Bahkan kelompok anak yang belum bisa menyuarakan keinginannya mewujudkan protes mereka dengan sikap lebih agresif dan mengganggu orang lain. "Jika hal ini dibiarkan, anak- anak bisa mengalami depresi kronis dan berperilaku anarki di kemudian hari. Kecemasan tidak hanya melanda para pengungsi, tetapi juga warga di daerah sekitar bencana. Matinya perekonomian di daerah itu bisa meningkatkan angka kriminalitas," kata Nalini.(EVY)   Sumber: Kompas

© Airputih.or.id. All rights reserved.