Persiapan Pelatihan untuk Tuna Netra
    IND | ENG

Persiapan Pelatihan untuk Tuna Netra

By : Taufik Hazan Asari 11 Mei 2009 News Categori : Berita

Biru di Timur, Hari Awal di Biak Setelah melewati dua zona waktu selama empat setengah perjalanan di udara, Saya, Machrus Muafi, dan Yoga Prihanto mendarat di Bandara Frank Kaisepo, Biak Papua (8/5). Langit masih gelap, meski timur mulai menunjukkan birunya. Jam tangan menunjukkan 05.00 WIT. Kami berdua adalah  tim AirPutih dalam proyek literasi untuk tuna netra yang ditugaskan ke Panti Tuna Netra Cendrawasih Biak Papua. Pada waktu yang sama ada dua tim yang menuju Ruteng NTT dan Ponorogo Jawa Timur. Selama dua minggu kami akan berada di Biak untuk mengajarkan kemampuan komputer untuk teman-teman tuna netra di sini.  Pelatihan ini salah satu rangkaian kegiatan dalam proyek Baca Buku, Buka Dunia. Sebuah program literasi untuk tuna netra, kerjasama antara yayasan AirPutih dengan UNESCO. Sebelum latihan dilakukan, AirPutih memodifikasi linux Ubuntu 8.10 agar lebih ramah kepada penyandang tuna netra. Aplikasi pembaca layar di Linux, ORCA akan langsung aktif saat komputer menyala. Selain itu halaman login juga dihilangkan, sehingga tuna netra langsung bisa masuk tanpa mengetikkan user name dan password. Karena ini program literasi, buku-buku elektronik juga AirPutih masukkan dalam Ubuntu yang telah ter-install. Pukul sembilan pagi, kami sudah dijemput oleh Pak Umar dan Pak Munawir. Pak Umar adalah contact person selama berhubungan dengan Panti Tuna Netra, sedangkan Pak Munawir yang kami kenal di pagi itu ternyata adalah Kepala Tata Usaha Panti Tuna Netra Cendrawasih. Kami berempat langsung menuju ke Panti Tuna Netra Cendrawasih, “Orang sini menyebut Panti,” ujar mereka. Melawati pusat kota, mobil menuju ke perbukitan. “Panti letaknya di atas,sekitar lima kilometer dari pusat kota,” ujar Munawir. Kesan pertama yang timbul saat memasuki kompleks panti adalah megah dan luas namun kosong. Ada gedung tak berisi apa-apa. Kompleks panti tuna netra satu-satunya di Papua ini luas, sekitar dua hektar. Kantor kepala panti menjadi gedung yang termegah, ada beberapa gedung lain di kompleks ini. Seperti ruang praktek ketrampilan, ruang dapur dan makan serta asrama untuk putra dan putri. Selain itu beberapa rumah dinas pegawai juga nampak di kompleks ini. Aktivitas penyandang tuna netra belum terlihat. Panti tuna netra ini sudah berusia cukup lama, panti ini dibangun pada tahun 1970. Setelah mengalami beberapa pergantian nama, Panti Tuna Netra Cendrawasih menjadi nama terakhir panti yang dibawah Dinas Sosial Provinsi Papua. Murid yang tinggal di panti berasal dari berbagai tempat di Papua seperti Merauke, Wamena dan Jayapura. Wilayah Maluku juga menjadi wilayah kerja panti ini, sayang saat kami berda di sini murid yang berasal dari Maluku sudah diambil keluarganya. Panti tuna netra yang sama dan paling dekat dengan panti ini ada di Manado. Memasuki kantor kami disambut beberapa pengurus Panti, beberapa diantaranya adalah orang lokal seperti Fredrik Dimara dan Godfred. Sambutan mereka baik, bahkan Fredik bercerita bahwa apa yang dilakukan AirPutih adalah sesuatu yang ia impikan sejak lama. “Seperti hujan saja, tiba-tiba jatuh. Saya  pernah meminta adanya program komputer untuk tuna netra dengan seorang perempuan yang melakukan penelitian di sini, ternyata bapak-bapak yang membawanya,” kata dia sambil tertawa lebar. Ia mengatakan murid yang tinggal di panti ketinggalan jauh dengan tuna netra di Jawa. “Belum ada yang bisa komputer, padahal sekarang sudah zaman internet,” tambah dia. Fredrik menjelaskan beberapa ketrampilan yang diajarkan adalah membuat keset, pijat dan sapu. Ada sekitar dua puluhan tuna netra yang tinggal di asrama. Umur mereka sekitar 20-an. “Untuk yang bisa baca baca tulis sekitar tujuh orang, namun peserta saya yakin bisa 10 orang,” kata dia. Ia juga menjelaskan banyak anak yang tinggal di panti tidak sekolah. “Semoga dengan komputer ini bisa memacu keinginan mereka,” ujarnya. Setelah mengenalkan diri dan bertukar pikiran, Saya dan Yoga melihat komputer yang dikirim AirPutih  Jumat lalu. Kamputer itu masih terpak rapi di ruang administrasi. Ada dua komputer di panti itu. “Ada juga satu komputer Braille cuma sudah rusak,” cerita Marmah, salah seorang pengurus panti yang sudah tiga kali mengikuti pelatihan komputer. Pengurus panti menyiapkan ruangan, saya dan Yoga juga mulai merangkai komputer dan menata letak komputer. Ruangan itu ternyata pas. Dengan model kelas, lima komputer tampak rapi berbaris. Satu-persatu kelima komputer itu juga kami tes. Semuanya baik dan lancar, termasuk suara yang keluar dengan jernih. “Logatnya bule, mirip JAWS,” kata Marmah lagi. Setelah kami menyelesaikan setting komputer, dengan diantar Munawir kami berkeliling panti. Halaman lebar di depan gedung keterampilan dipakai main sepakbola. Ada empat remaja tuna netra main sepakbola. Meskipun tidak bisa melihat mereka bisa menebak arah bola dengan benar. Mereka mendeteksi gerakan bola dengan suara. Bola sepak mereka bungkus dengan kresek hitam. “Kresek-kresek” suara bola saat beradu dengan tanah. Sederhana tapi efektif. Wajah meraka ceria. “Bola yang ada bergemerincing hanya ada di Bandung,” cerita Munawir. Pada suatu sudut lain asrama, persisnya di depan kamar terlihat tiga orang tuna netra berbincang. Dua diantaranya tidak muda lagi. Tersandar sapu lidi dan kemoceng yang terikat rapi. “Itu hasil ketrampilan yang dijual oleh anak panti,” ujar Munawir. Mereka menjajakan hasil ketrampilan itu di pusat kota Biak. Sepertinya pelatihan komputer menjadi  sesuatu yang baru bagi mereka. Apalagi banyak dari meraka yang tidak mengecap pendidikan formal. Sebuah tantangan untuk Yoga dan Saya. Keterampilan komputer akan menjadi keahlian mereka berikutnya. Itu yang coba kami buat dalam dua minggu mendatang. Sebuah awal tentunya. Pindah Angkutan Sampai di Ponorogo hari Jumat sore jam 15.30. Perjalanan hampir 24 jam, karena ternyata di jalur pantura sedang ada pebaikan jalan. Jadi setengah jalan tertutup. Perjalanan lama dan membosankan. Bus yang kami tumpangi ternyata menuju Blitar. Turun di terminal Madiun, di oper naik bus yang padat seperti metro mini sampai terminal Ponorogo. Dari terminal kami charter angkot. Keesokannya, kami menuju panti SLB/A - (Tunanetra) Aisyiyah. Asrama untuk orang awas, kata mereka. Jadi pantinya campur antara tuna netra dan normal. Disini tuna netra yang bersekolah sekitar 30-40 orang. Kami menunggu sebentar, datang guru-guru dan kepala sekolahnya. Kami set up komputer, copy ebook. Ada kendala, ternyata, seringkali ebook dari cd gagal dicopy. harus dikeluarkan terlebih dahulu baru dimasukkan lagi baru mau dicopy. Ada satu keyboard panah atas berubah jadi print screen, mungkin eror tutsnya. Setelah itu beberapa peserta yang tuna netra mencoba membaca ebook dengan orca. Jelas kata mereka. Mereka belum terbiasa karena baru menggunakan linux dan menggunakan orca. Mereka pernah menggunakan aplikasi JAWS dengan logat english, jadi teriasa dengan jaws. Tapi ini enak dan jelas kalau baca tulisan kata mereka. Akhirnya setelah beberapa lama mencoba dan kami bersosialisasi dengan guru, juga menyerahkan surat tugas kami, dan mengatur jadwal pelatihan. Menunggu Jasa Ekspedisi Yayasan "Karya Murni" SLB/A Tuna Netra berada di Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Nanang Syaifudin dan Ardi Samudra berangkat ke Ruteng dengan jalur Jakarta - Denpasar, kemudian dilanjukan dengan Denpasar - Labuhan Bajo. Dari Labuhan Bajo diteruskan dengan perjalanan darat ke Ruteng. Jumlah penyandang tuna netra di Yayasan "Karya Murni" SLB/A sebanyak 50 anak, yang terdiri dari siswa SMA, SMP dan SD. Pimpinan Yayasan Karya Murni, Pak Elias akan mengikutsertakan 11 anak didiknya dan 3 guru dalam pelatihan mulai 11 - 22 Mei 2009 ke depan. Saat uji coba dilakukan, respon baik dari siswa tuna netra karena mudah didengarkan. Butuh latihan dan mengenal karakter suara yang keluar. Sementara itu, komputer yang sudah dikirim sejak tanggal 2 Mei 2009 baru tiba di sekolah pada 11 Mei 2009. Hal ini akan mempengaruhi jadwal pelatihan. Tim AirPutih bersama pihak sekolah melakukan perubahan jadwal dan disesuaikan dengan aktivitas sehari-hari di Yayasan. Pelatihan akan dimulai jam 8.00 WIT sampai dengan jam 17.00 WIT, dan istirahat selama 3 jam.

© Airputih.or.id. All rights reserved.