Menepis Trauma Gempa dengan Pengetahuan
    IND | ENG

Menepis Trauma Gempa dengan Pengetahuan

By : Hana 19 September 2007 News Categori : Uncategorized

Rabu, 19 September 2007 07:47:05 Menepis Trauma Gempa dengan Pengetahuan Kategori: Gempabumi (313 kali dibaca) Tadi pagi kembali terasa getaran gempa. Masyarakat terkejut dan cemas,” kata Talim ES (37), warga Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (18/9). Gempa hari Selasa ini tidak sekuat gempa hari Minggu (16/9). Namun, karena sudah terjadi beberapa kali, tidak urung warga khawatir juga. Dalam dua hari terakhir tiga gempa mengguncang wilayah Tasikmalaya. Pada 16 September tercatat dua gempa. Gempa pertama terjadi pukul 19.06.34 waktu Indonesia barat dengan pusat di 8o.03' Lintang Selatan dan 107o.74' bujur timur atau 125 kilometer barat daya Tasikmalaya. Gempa berkekuatan 4,7 skala Richter itu ada di kedalaman 30 kilometer. Sekitar satu jam kemudian, gempa terjadi di 94 kilometer barat daya Tasikmalaya atau 8o.03' LS-107o.74' BT. Gempa berkekuatan 4,7 skala Richter itu berada di kedalaman 30 kilometer. Dua hari kemudian, di 90 kilometer barat daya Tasikmalaya kembali diguncang gempa berkekuatan 5,1 skala Richter pada kedalaman 15 kilometer. Gempa yang terjadi tepat pukul 05.37.24 waktu Indonesia barat terletak di 8o.03' LS-107o.80' BT. Gempa yang dirasakan di daerah Tasikmalaya tidak sedahsyat Bengkulu atau daerah tetangga Pangandaran, Ciamis. Tidak ada kerusakan fisik bangunan atau korban luka serius. Aktivitas berjalan normal tanpa perubahan berarti. ”Awalnya kami takut karena gempa itu, tapi kemudian kami beraktivitas seperti biasa. Anak- anak ke sekolah dengan tenang. Ibu-ibu ke pasar, sebagian lagi ke kantor seperti biasa,” tutur Aman Setiawan, pedagang bahan makanan di Tasikmalaya. ”Omzet kami pun tidak turun, jalan tetap ramai,” katanya. Masih kecil Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Bandung Hendry Surbakti menyebutkan, gempa di daerah barat daya itu disebabkan adanya tumbukan antara Lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Di sana sering terjadi aktivitas tumbukan, tetapi sejauh ini kekuatannya masih kecil. Hendry mengatakan gempa itu tidak berpotensi tsunami. Namun, tingkat kewaspadaan masyarakat harus tinggi. Beberapa prosedur standar bila terjadi gempa lebih besar harus dituruti. Bila kekuatan gempa hanya sebesar itu, sama sekali tidak berdampak bahaya bagi mereka yang berada di pesisir. Bila cemas, mereka harus patuh pada instruksi pihak berwenang. Tanpa harus diperintah, standar itu telah dilakukan Talim. Tanpa ada instruksi, prosedur keselamatan dilakukannya. Menurut dia, pengalaman daerah terkena gempa besar seperti Bengkulu mengingatkannya untuk terus waspada. Bukan tidak mungkin, gempa berkekuatan besar muncul di kemudian hari. Beberapa prosedur yang telah dilakukan di antaranya tidak berada di dalam rumah dalam waktu lama atau berdiri di dekat pintu bila gempa datang. Pengetahuan ini menjadi kunci hatinya tetap tenang dan diyakini menjamin keselamatannya. ”Rasa takut itu pasti ada karena bayangan dampak kerusakan besar bisa terjadi. Namun, setidaknya, dengan pengetahuan yang dimiliki, kami tidak trauma bila terjadi gempa,” kata Taslim. Ia salah seorang penduduk yang beruntung. Tidak semua warga Tasikmalaya memiliki pengetahuan mengenai gempa ini. Menurut Ketua Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) Jabar Nu’man Abdul, pemahaman dan transfer pengetahuan terhadap bencana alam di Jabar belum merata. Padahal, dari 26 wilayah kota dan kabupaten di Jabar, sebanyak 17 daerah rawan bencana. Masih banyak warga kebingungan bila bencana seperti gempa datang. ”Ketika ada gempa di Indramayu, anggota keluarga saya mempunyai cara berbeda-beda menyelamatkan diri. Ada yang benar ada yang keliru. Jadi, jangankan satu wilayah besar, untuk lingkungan keluarga saja sulit dilakukan,” kata Nu’man. Ia menambahkan, kini Indonesia masih bicara pada paradigma aman. Berbeda dengan bangsa lain seperti Jepang. Di sana, masyarakatnya berparadigma selamat. Sebelum terjadi bencana, kehidupan mereka disesuikan dengan kemungkinan terjadinya bencana, seperti pembangunan rumah atau infrastruktur lain. ”Harus ada yang berani menceritakan kepada masyarakat tentang potensi gempa. Itu sebagai kesiapan bila terjadi hal yang tidak diinginkan. Nanti harus ada sinergi antara pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkannya,” kata Nu’man. Hal yang sama dikatakan Deputi Bidang Pemulihan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Tabrani. Menurut dia, pemerintah harus lebih aktif bersama masyarakat. Saat ini peran itu belum maksimal, khususnya tentang penyediaan dana bagi bencana alam. Menurut Tabrani, dari 33 provinsi di Indonesia, belum ada satu pun yang khusus menganggarkan dana bencana dalam program pembangunan daerah. Umumnya daerah masih menempatkan anggaran pada biaya tidak terduga di bawah Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat. Dengan cara itu, dana bantuan bencana setara dana pemilihan kepala daerah ataupun dana pedagang kaki lima.(Cornelius Helmy Herlambang)   Sumber: kompas

© Airputih.or.id. All rights reserved.