Ketika Lingkungan diabaikan, Bencana pun datang
    IND | ENG

Ketika Lingkungan diabaikan, Bencana pun datang

By : Hana 08 Februari 2007 News Categori : Uncategorized

Kamis, 08 Pebruari 2007 13:31:33 banjir Ketika Lingkungan Diabaikan, Bencana Pun Datang Kategori: Banjir dan Tanah Longsor (170 kali dibaca) Banjir besar seperti lima tahun lalu di wilayah Jakarta dan sekitarnya terulang lagi. Bahkan, kali ini dirasakan lebih parah. Ibu kota negara Republik Indonesia ini sempat lumpuh. Warga yang tadinya tinggal di daerah yang aman dari banjir, terkaget-kaget saat banjir menyapa mereka, padahal selama ini tenang-tenang saja setiap kali musim hujan tiba. Semua tersentak. Saling tuding kembali terjadi. Pemerintah disalahkan karena mudah tergiur mengalihfungsikan lahan sehingga daerah resapan air semakin minim. Masyarakat juga disalahkan karena membuang sampah sembarangan hingga hidup di bantaran kali. Pengusaha pun tidak luput dari tudingan karena dengan caranya yang "licik" bisa membangun bisnis atau perumahan di lahan yang tidak sesuai peruntukannya. Intinya, semua sadar bahwa bencana yang datang mendera bangsa ini akibat manusia tidak lagi hidup selaras dengan alam. Hanya soal waktu, keserakahan dan ketamakan manusia yang mengeksploitasi alam dan lingkungan tanpa terencana dan terkendali dengan baik akan membuahkan bencana yang menimpa warganya. Bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan akan silih berganti menjadi bencana yang melanda negeri ini akibat daya dukung lingkungan yang tak mampu lagi menahannya. Bencana lingkungan yang terjadi hingga saat ini bahkan dirasakan lebih sering dan parah, tidak serta-merta terjadi begitu saja. Mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kependudukan Emil Salim dalam suatu kuliah umum di Jakarta, akhir tahun lalu, menyebutkan, pembangunan yang mengabaikan dan melebihi daya dukung alam hanya akan membawa kehancuran pada kehidupan manusia saat ini dan generasi mendatang. "Pembangunan yang hanya menitikberatkan pada ekonomi semata sudah ketinggalan zaman. Paradigma pembangunan sekarang ini justru harus bergerak maju dengan mengutamakan pembangunan sosial dan ekologi," ujar Emil. Dalam kenyataannya, alam tempat makhluk hidup manusia dan lingkungan yang seharusnya selaras ini justru ternoda. Pemanfaatan sumber daya alam dengan mengacuhkan pelestarian seolah jadi kebiasaan yang dilakukan semua pihak. Pada akhir tahun lalu, misalnya, Badan Pemeriksa Keuangan membuktikan adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan pemerintah daerah lebih memprioritaskan kenaikan pendapatan asli daerah daripada melestarikan lingkungan alamnya. Hal itu mengingat banyak kepala daerah yang merusak lingkungan melalui pemberian izin bagi perluasan perambahan di kawasan hutan lindung, hutan produksi, dan kawasan perkebunan, serta kawasan permukiman. Audit ini dilakukan menyusul adanya bencana longsor dan banjir bandang di wilayah Jawa Timur yang terjadi awal tahun 2005. Pentingnya menjaga lingkungan hidup juga ditekankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyerahkan penerima Kalpataru dan Anugerah Adipura Hari Lingkungan Hidup Sedunia Juni lalu. Kondisi lingkungan hidup yang memburuk, katanya, bisa menimbulkan bencana lingkungan. Semua pihak diajak untuk berupaya mencegah bencana lingkungan dengan sejumlah langkah nyata, mulai dari hal-hal sederhana dan kecil. Sebab, bencana bukan gejala alam semata, tetapi sebagian karena ulah manusia yang kurang bertanggung jawab. Dalam kerangka besar, pemerintah akan terus melakukan langkah-langkah penegakan hukum terhadap pelaku pembabatan hutan dan pencemaran lingkungan. Lagi-lagi, untuk soal penegakan hukum ini implementasinya dipertanyakan. Sementara itu, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengatakan, saat ini terjadi kerusakan yang sangat signifikan pada sumber daya alam hutan, lahan, air, pesisir, dan laut kita. Sekitar 43 juta hektar hutan yang tadinya hijau telah berubah menjadi lahan kritis yang tidak dapat lagi menunjang berbagai fungsi lingkungan. Laju kerusakan hutan di Indonesia diperkirakan sedikitnya dua juta hektar per tahun. Di kawasan pesisir, hutan mangrove mengalami kerusakan yang telah mencapai 5,3 juta hektar atau sekitar 60 persen dari seluruh hutan mangrove Indonesia. Rusaknya hutan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan daerah aliran sungai (DAS), sehingga DAS kritis semakin meningkat dari sekitar 22 DAS pada 1992 menjadi 62 DAS pada 2005. Sementara upaya konservasi alam berjalan lamban, tidak sebanding dengan laju kecepatan kerusakan alam. Tidak heran apabila alam yang terbatas daya dukungnya itu pada akhirnya bisa murka juga. Bencana memang tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia. Bencana justru akan semakin parah jika manusia sendiri tak menjaga alamnya. Semua pihak menyadari bahwa ketika alam dirusak, ketika lingkungan hidup diabaikan, berarti kehancuran di depan mata. Masalahnya, mengapa bangsa ini tidak mau belajar dari pengalaman dan melakukan pengelolaan risiko dengan baik? Mengapa yang dilakukan justru penanggulangan bencana, bukannya mencegahnya?(Esther Lince Napitupulu)   Sumber: Kompas

© Airputih.or.id. All rights reserved.