Keadaan anak aceh di Children Center di Lampeunerut
    IND | ENG

Keadaan anak aceh di Children Center di Lampeunerut

By : Taufik Hazan Asari 08 Maret 2005 News Categori : Berita

Tiupan angin cukup kencang di tower cukup mengurangi panas sengatan matahari yang terasa di kulit. Meski belum stabil, namun Radio Suara Aceh sudah dapat kembali terkoneksi dengan internet. Ajakan jalan-jalan ke children center dari kang Iwa salah satu staff Radio Suara Aceh kami terima. Sekalian untuk monitoring coverage area yang terjangkau oleh siaran dari radio Suara Aceh. Menyusuri jalanan aspal sempit diapit oleh hamparan sawah mengingatkan akan kondisi kampung halaman di Pulau Jawa, namun yang membedakan mungkin hanya bahasa dan masakan antara di kampungku dengan di Aceh. Kami berempat dari airputih bersama kang Iwa dari Suara Aceh mengantarkan kami menuju salah satu camp pengungsi anak-anak children center. Mobil kijang operasional radio siaran suara aceh melaju perlahan, sambil kami dalam rombongan memperhatikan kanan dan kiri untuk mencari tepatnya lokasi pengungsian yang akan kami tuju. Setelah beberapa kali berhenti untuk telpon menghubungi salah satu rekan, akhirnya kami dapat menemukan lokasi children center. Lokasi pengungsi terletak di daerah Lampeunerut sekitar 5 km ke arah selatan dari posko kami airputih di Seutui Jl. Teuku Umar. Children Center ini merupakan kerjasama Departemen Sosial RI dengan UNICEF dalam penanganan anak-anak korban tsunami. Menurut penuturan dari Kang Iwa bahwa di daerah ini merupakan daerah abu-abu. Tidak heran kalau sepanjang jalan banyak kami temui militer TNI dengan membawa senjata. Lokasi children center ini berada di lapangan areal perumahan PNS. Perumahan belum selesai pembangunan secara keseluruhan, ada beberapa rumah yang digunakan oleh pengungsi karena memang pemilik rumah tersebut belum menghuninya. Beberapa tenda hijau bertuliskan UNICEF tampak berdiri di di tengah lapangan. Selain tenda-tenda children center untuk anak-anak, ada juga tenda-tenda milik pengungsi korban bencana tsunami yang kehilangan rumah dan saudara. Lokasi ini memang cukup reperesentatif untuk digunakan sebagai kamp pengungsian, selain tersedia tanah lapang yang bisa didirikan tenda, dekat dengan akses jalan sehingga memudahkan akomodasi untuk menyuplai barang bantuan terutama kebutuhan pokok para anak-anak dan pengungsi lainnya. Selain itu di sisi barat terdapat sumur yang mengeluarkan air cukup besar debitnya, sehingga bisa digunakan untuk keperluan MCK. Kami menurunkan beberapa paket bantuan kantong-kantong plastik ke dalam salah satu tenda yang merupakan tenda untuk para voulenter merangkap sebagai tenda untuk kantor. Beberapa anak laki-laki menghampiri mengerumuni kami untuk melihat dan memastikan bahwa memang makanan yang datang. Kalau melihat penampilan fisik mungkin berumur 8 tahunan. Selain anak-anak tadi, kedatangan kami juga disambut dengan ramah oleh Kang Deny salah satu pegawai Departemen Sosial yang mempersilahkan kami untuk masuk dalam tenda. Menurut penuturannya bahwa kamp ini sebelumnya tidak berlokasi di sini melainkan di dalam areal masjid kurang lebih 400 meter jaraknya dari kamp yang baru ini. Perpindahan lokasi ini disebabkan oleh adanya tarikan sewa lahan dari desa setempat, sehingga sempat terjadi ketegangan. Namun syukur permasalahan itu bisa teratasi dengan memindahkan lokasi kamp pengungsian ke lapangan areal perumahan. Setelah beberapa lama menempati lokasi ini, permasalahan baru muncul. Pemilik rumah-rumah yang dihuni oleh pengungsi datang, dan bermaksud menghuni rumahnya. Karena pemilik rumah ini juga korban bencana tsunami yang juga telah kehilangan harta benda termasuk rumah mereka. Sehingga sempat juga terjadi ketegangan dan pengungsi yang menempati sementara rumah tadi pindah dengan mendirikan tenda di tanah seberang jalan . Kamipun langsung diajak oleh Kang Deny ke tenda yang lain untuk melihat aktivitas anak-anak yang sebagian besar yatim piatu setelah gempa dan gelombang tsunami memporak-porandakan bumi rencong ini. Ini adalah gambar-gambarku kakak yang selalu kusimpan, namun setelah tsunami datang gambarnya jadi hilang, ujar salah satu anak perempuan sambil menunjukkan kertas gambar yang masih putih kosong belum tergores gambar. Anak yang lain menunjukkan kepada teman-temannya gambar buah-buahan hasil karyanya sambil menujukkan nama-nama buah yang dia gambar. Pada saat yang sama dan dalam tenda yang sama sebelah anak-anak yang berusia 8 tahunan terdapat Pak Ruli sedang memberikan pelajaran bahasa inggris untuk kelompok anak seusia SMP dan SMA. Antusias, keinginan untuk mempelajari bahasa inggris tampak dari proses belajar. Meskipun hanya duduk bersila di atas terpal dan di dalam tenda namun justru memberikan suasana belajar yang sangat mendalam. Lain dengan suasana sekolah-sekolah formal yang sering kita temui di daerah lain. Lamat-lamat terdengar suara nyanyian dari luar tenda. Nyanyian itu terdengar penuh makna yang dalam bagi mereka yang menyanyikan. Sebagian sisi timur lapangan sebelah tenda dipenuhi oleh lingkaran-lingkaran anak kecil yang sedang menyanyikan beberapa bait lagu. Tampak wajah yang ceriah dengan senyum yang ceriang terpancar dari muka-muka yang lucu. Tidak hanya lagu-lagu anak-anak kecil yang dinyanyikan oleh mereka namun juga yel-yel untuk membangkitkan semangat. Sekitar 200 anak dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing kelompok mempunyai yel-yel sendiri. Rahmi seorang ketua kelompok, tidak salah kalau rekan-rekan memilihnya sebagai ketua kelompok. Tuhan telah memberikan karunia kepalanya yang mungil dan cerdas, tubuhnya yang kurus namun gesit dengan kaki-kaki kecil, terbesit keberanian saat mengajukan usul ataupun memberikan komando kepada rekan-rekan satu kelompoknya. Di sudut tenda yang lain terlihat aktivitas 20 an anak sedang berlatih menari tarian aceh. Gaya lentik jemari yang sigap, gerakan badan naik turun kadang sujud kadang mendongakkan keatas bergantian berirama sesuai gerakan-gerakan tarian khas aceh. Diselingi senyum ceriah penuh canda. Tarian ini harus dilakukan oleh satu tim dan harus ada kekompakan dalam gerakan-gerakan tersebut. Sungguh rumit memang karena akan terjadi benturan antar teman apabila ada yang salah dalam gerakan tarian tersebut. Kesalahan-kesalahan dalam gerakan membuat suasana penuh ceria diantara anak-anak tersebut. Namun menurut penuturan Kang Deny kondisi trauma anak-anak masih tinggi, ingatan kejadian gempa dan tsunami masih terekam dalam memori mereka. Seperti pada saat mendung dan tiba-tiba ada kilatan petir disertai suara yang keras, beberapa anak histeris ketakutan bahkan sampai ada yang kejang-kejang. Pernah pula datang beberapa relawan membawa bantuan dan memutarkan video tsunami. Pemutaran film ini mengakibatkan beberapa anak lari ketakutan histeris dan kejang-kejang. Meski mungkin ingin berniat baik, namun mereka tidak menyadari bahwa trauma anak-anak masih tinggi. Sehingga program yang sudah berjalan kurang lebih dua bulan ini mengalami kemunduran bila dilihat dari kondisi mereka. Program outbond yang diterapkan selama ini memang terasa peningkatan kondisi psikologis anak-anak. Karena program ini sangat sesuai dengan jiwa mereka yaitu dunia anak-anak. Setiap anak dilakukan monitoring terhadap kondisi kejiwaan mereka. Matahari perlahan beranjak pulang, senja dengan warna jingga tampak goresan gambar natural bakcground dari para calon pemain sepak bola yang sedang menggulirkan bola dari kaki ke kaki. Paras jingga sinar terpantul dari peluh keringat, kaki kecil menendang bola dengan keras. Nafas memburu sambil berlari menuju pinggir lapangan bersama yang lain ketika usai pertandingan. Subhanalloh … untuk minum pun harus gantian, karena air tinggal ¼ jurigen, tiap anak mendapat jatah satu tutup jurigen. Namun rasa persaudaraan tercermin dari wajah-wajah mereka. (Indah,Okta,Roim,Indi)

© Airputih.or.id. All rights reserved.