Esensi Koordinasi, Tata Informasi
    IND | ENG

Esensi Koordinasi, Tata Informasi

By : Hana 15 Februari 2007 News Categori : Uncategorized

Kamis, 15 Pebruari 2007 09:53:04 Esensi Koordinasi, Tata Informasi Kategori: Banjir dan Tanah Longsor (86 kali dibaca) Penanggulangan Bencana Banjir Perlu Data Riil Jakarta, Kompas - Terkait dengan penanggulangan bencana, esensi dari koordinasi penanggulangan bencana —termasuk banjir Jakarta—adalah penataan informasi, bukannya lembaga atau organisasi struktural dengan hierarki di dalamnya. dengan data tergelar, akan memudahkan penanganannya. "Kalau kita bicara mengenai bencana alam dan bicara mengenai operasi penyelamatan, nomor satu kita butuh peta supaya bisa melihat zona-zona, sehingga kita bisa tahu berapa jumlah korban, berapa jumlah penduduknya, mereka memerlukan apa, makanan apa, dan berapa jumlahnya," kata Kepala Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BPRR) Aceh Nias, Kuntoro Mangkusubroto, pada diskusi yang digelar oleh Radio BBC-Elshinta di Jakarta, Rabu (14/2). Dua pembicara lainnya adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Departemen Sosial Purnomo Sidik dan Pelaksana Tugas Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Sugeng Tri Utomo. Sangat diperlukan Menurut Kuntoro, koordinasi seperti tersedianya informasi mengenai apa saja yang dibutuhkan para pengungsi atau korban bencana sangat diperlukan dan sebaiknya dituangkan dalam satu peta besar, sehingga semua orang yang akan membantu mengetahui apa yang dibutuhkan. Yang terjadi selama ini jika terjadi bencana di Indonesia yang dibicarakan selalu soal organisasi (kekuasaan). "Semua bantuan harus lewat saya. Kalau begini orang akan bertanya: Anda ini siapa? Warna baju Anda ini apa? Partai politik Anda apa? Kemudian selalu diikuti ini akan disalurkan ke mana?" ujar Kuntoro. Jika pertanyaan semacam ini tidak dijawab—dan biasanya tidak dijawab—maka orang ragu untuk memberi bantuan. "Jadi kita mesti mengubah cara kita melihat koordinasi. Dari sesuatu yang sifatnya hierarki, struktural, kekuasaan, ke dalam sesuatu yang bentuknya informasi," tutur Kuntoro. Institusi yang menangani informasi ini tidak perlu ada dalam pemerintahan. Institusi ini bisa dalam masyarakat, misalnya Palang Merah Indonesia (PMI) yang menurut Kuntoro lebih dipercaya daripada lembaga-lembaga pemerintah lainnya. "Mengapa kita tidak mendukung PMI untuk bisa seperti ini. Tentunya PMI tidak bisa ada di seluruh Indonesia, tetapi di tempat-tempat tertentu di mana PMI mempunyai kekuatan yang besar, di tempat itulah kita menyampaikan pada PMI," ungkap Kuntoro. Ia mencontohkan, jika bencana terjadi di Surabaya, titik sentralnya bisa di area marinir karena Surabaya merupakan basis marinir. Di Palembang, koordinasi bisa diberikan kepada Universitas Sriwijaya. Jadi kita tidak terpaku pada satu hierarki atau organisasi yang baku, standar dan bisa mencakup seluruh Indonesia yang luas. Jaringan logistik Menurut Purnomo Sidik, Departemen Sosial (Depsos) sebagai anggota Bakornas Penanggulangan Bencana menyiapkan 10.000 ton beras bersama Bulog, di antaranya jaringan logistik itu di masing- masing provinsi disiapkan 50 ton beras. Selain beras juga disiapkan alat-alat evakuasi seperti tenda, perahu karet, perahu dolfin, perlengkapan keluarga, peralatan memasak, tangki air, dan mobil dapur umum yang disediakan di gudang-gudang di 33 provinsi di seluruh Indonesia. Tidak hanya itu, Depsos juga memberikan pelatihan kepada anggota masyarakat yang direkrut menjadi Taruna Siaga Bencana. "Mereka dilatih selama lima hari untuk membantu evakuasi bencana, membantu di posko, dan dapur umum," kata Purnomo Sidik. Untuk tahun 2007 ini telah dilatih 7.000 Taruna Siaga Bencana. Rencananya setiap tahun Depsos akan melatih 10.000 orang Taruna Siaga Bencana untuk antisipasi bencana.(LOK)   Sumber: Kompas

© Airputih.or.id. All rights reserved.