Soal Tanggul Retak-retak Kontraktor harus Bertanggungjawab DPRD NAD Minta Dibongkar
    IND | ENG

Soal Tanggul Retak-retak Kontraktor harus Bertanggungjawab DPRD NAD Minta Dibongkar

By : Hana 29 April 2006 News Categori : Berita

Sabtu, 29 April 2006, 19:59 WIB -Berita Umum- Soal Tanggul Retak-Retak Kontraktor harus Bertanggungjawab * DPRD NAD Minta Dibongkar Sumber : Serambi Online BANDA ACEH - Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh menegaskan, kontraktor pelaksana pembangunan tanggul penahan air laut di kawasan Desa Alue Deah Teungoh, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, harus bertanggungjawab terhadap kondisi tanggul, yang kini mulai retak-retak pada beberapa bagian. Sementara dua anggota DPRD NAD, yang turun ke lokasi pada, Kamis (27/4), meminta agar tanggul tersebut dibongkar dan dibangun kembali, karena berkualitas rendah.

Penegasan “kontraktor harus bertanggungjawab” disampaikan pihak BRR, setelah memperoleh hasil pengamatan lapangan oleh satu tim khusus yang diturunkan badan tersebut ke Desa Alue Deah Teungoh, beberapa jam setelah menerima laporan dari Serambi dan anggota DPRD Kota Banda Aceh, dari lokasi temuan keretakan tanggul, Rabu (26/4).

Secara prinsip dapat ditegaskan bahwa, pihak kontraktor pelaksana harus bertanggungjawab terhadap kondisi tanggul itu,” kata Jurubicara BRR NAD-Nias, Mirza Keumala yang dihubungi, Kamis (27/4). Sehari sebelumnya, Mirza Keumala, yang dihubungi Serambi dari lokasi mengatakan, dalam satu atau dua hari ini, BRR akan menurunkan tim untuk mengecek kebenaran informasi tentang kondisi tanggul yang dibangun di lokasi dimaksud.

Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa bagian tanggul penahan air laut di kawasan Desa Alue Deah Teungoh, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, yang baru saja selesai dibangun sekitar satu bulan lalu, kini mulai retak-retak, bahkan sudah bolong-bolong, setelah dua hari berturut-turut dihantam ombak besar di awal ’musim barat‘, tahun ini. Akibatnya, pada Rabu (26/4) pagi, warga Desa Alue Deah Teungoh sempat panik, ketika desa mereka digenangi air laut setinggi 15-20 centimeter.

Proyek tersebut adalah bagian dari proyek pembangunan tanggul sepanjang 1.900 meter (dari Desa Ulee Lheu sampai Desa Aleu Deah Teungoh). Proyek itu dikerjakan oleh PT PJP dengan anggaran sebesar Rp 4 milyar (berdasarkan pada angka yang tercantum dalam Rancangan Anggaran Biaya (RAB) pada Buku Perjanjian (Kontrak) yang dilaksanakan oleh PT PJP.

Mirza Keumala mengatakan, berdasarkan hasil pengamatan pada Rabu (26/4), BRR akan kembali mengirimkan tim guna melakukan pengkajian dan penelitian secara teknis terhadap kondisi bangunan tanggul tersebut. “Nanti akan dilihat secara teknis, apakah perlu dibongkar atau bagaimana, itu bahasa teknis yang berbicara nanti. Kan nggak mungkin menemukan persoalan dalam inspeksi yang dilaksanakan satu hari,” ujar Mirza.

Dia juga mengatakan bahwa penelitian kualitas bangunan tidak hanya dilakukan di titik-titik yang sudah retak-retak, tapi juga pada beberapa bagian lainnya. “Ini akan dikaji dan diteliti seberapa parah kerusakannya, dan juga akan dilihat di beberapa bagian lainnya. Bisa saja nanti tuntutannya tidak perlu dibongkar, atau ada cara untuk mengatasinya,” ungkap Mirza.

Jurubicara BRR ini juga menyatakan penghargaan terhadap tindakan pengawasan yang telah dilakukan masyarakat dan aparat desa di kawasan tersebut. “Untuk sektor-sektor yang lain, pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat seperti ini sangat dibutuhkan. BRR menghargai betul tindakan pengawasan yang dilakukan masyarakat ini,” katanya.

10 Tahun Sehari sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kota Banda Aceh, Mukminan yang turun ke lokasi bersama dua anggota Dewan Kota lainnya, Surya Mutiara dan M Noor Fakrurrazi mengatakan, di dalam Surat Perjanjian (Kontrak) yang dikeluarkan oleh PT PJP disebutkan bahwa, bangunan tanggul itu bertahan paling lambat selama 10 tahun.

Ini disebutkan pada Point 52.1 BAB IV tentang Syarat-Syarat Umum Kontrak bahwa, kegagalan bangunan yang menjadi tanggungjawab penyedia jasa, ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan sesuai dengan umur konstruksi, yang direncanakan akan bertahan paling lambat 10 tahun,” ujar Mukminan sambil membaca isi dari buku Surat Perjanjian (Kontrak) pembangunan tanggul tersebut.

Selanjutnya, sambung Mukminan, “Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan ditetapkan dalam syarat-syarat khusus kontrak. Dalam syarat khusus kontrak, pada point cacat mutu (2.7) disebutkan, direksi teknis wajib memeriksa pekerjaan penyedia jasa dan memberitahukan penyedia jasa. Bila terdapat cacat mutu dalam pekerjaan, direksi dapat memerintahkan penyedia jasa untuk menguji hasil pekerjaan yang dianggap cacat mutu,” tambah dia.

Sementara Wakil Ketua Komisi C (bidang Pembangunan dan Keuangan) DPRD Kota Banda Aceh, M Noor Fakhrurrazi, yang merupakan alumni Fakultas Teknik Sipil Unsyiah mengatakan, berdasarkan pengamatan dan penuturan masyarakat, bisa diperoleh kesimpulan bahwa kualitas bangunan tanggul tersebut sangat jelek.

Kalau penuturan masyarakat benar adanya, bahwa batu yang dipakai adalah berukuran kecil, dan juga tidak bersih, kemudian memakai air asin untuk mengaduk semen, maka jelas bahwa plester semen pada tanggul tersebut tidak akan merekat dengan kuat. Sehingga bisa diperoleh kesimpulan bahwa kualitas bangunan tanggul ini jelek,” ujar Fakrurrazi sambil membolak-balik buku “Surat Perjanjian (Kontrak)” untuk melihat spesifikasi bangunan tersebut.

Minta dibongkar Wakil Ketua Komisi D DPRD NAD, Sulaiman Abda yang kemarin turun langsung ke Desa Alue Dea Tengoh untuk melihat proyek tanggul yang bermasalah tersebut, mengaku sangat terkejut. “Ini proyek yang kualitasnya sangat jelek. BRR harus bertanggungjawab,” katanya.

Malah pihaknya meminta bangunan tanggul itu untuk dibongkar, karena menyankut keselamatan ribuan warga yang tinggal di sekitar lokasi tersebut. “Kalau tanggul ini sekedar diperbaiki bagian yang rusak, tidak mungkin. Karena dikuatirkan tak bertahan lama, lantaran bagian lain juga sudah telihat retak,” katanya.

Buruknya kualitas pekerjaan proyek tanggul yang belum diserah terimakan dan masih tanggungjawab kontraktor pelaksanan ini, tidak terlepas dari lemahnya pengawasan konsultan pegawas maupun BRR sendiri. “Apalagi masyarakat mengatakan adukan semen dengan mengunakan air asin, ini sangat fatal,” ujarnya.

Hal senada juga diungkap Almanar yang merupakan Sekretaris Komisi D DPRD NAD. “Jangan main-main dengan tanggul pengaman untuk air laut, karena ini menyangkut keselamatan nyawa manusia. BRR jangan lepas tangan,” demikian Almanar.

Sementara Serambi kemarin, juga mengamati beberapa pekerja yang sedang memperbaiki tanggul yang rusak. Perbaikan yang dilakukan dengan cara menempel bagian yang bolong tersebut. (nal/sup)

© Airputih.or.id. All rights reserved.