Perjelas Batas Tanah Pasca Tsunami, Warga Aceh Buat Peta
    IND | ENG

Perjelas Batas Tanah Pasca Tsunami, Warga Aceh Buat Peta

By : Hana 21 Mei 2005 News Categori : Berita

Sabtu, 21 Mei 2005, 16:32 WIB -Berita Umum- Perjelas Batas Tanah Pasca Tsunami, Warga Aceh Buat Peta Sumber : detikcom Nur Raihan - detikcom Banda Aceh - Soal tanah warga yang kini tak jelas lagi batasnya pasca tsunami di Aceh, tentu enjadi hal yang paling penting. Apalagi bagi warga yang sudah kehilangan segalanya. Selain pengukuran ulang tanah lewat satelit yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN), sebagian warga juga mengukur tanah mereka sendiri, dengan cara bermusyawarah sesama warga dan ahli waris yang masih ada. Warga di Desa Deah Baroh, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, misalnya. Mereka sudah membuat peta desa mereka kembali, setelah desa tersebut hancur dihantam tsunami. "Kami bermusyawarah dan bermufakat antarsesama warga yang masih selamat untuk soal batas tanah," kata Keuchik (kepala desa) Deah Baroh, Haji Juami Budiman (56) pada wartawan di Masjid Ulee Lhue, Banda Aceh, Sabtu (21/5/2005). Memang, ukuran tanah warga tidak sama persis dengan ukuran tanah sebelum tsunami. Tapi lewat musyawarah dan mufakat hal tersebut dapat diatasi, sehingga mereka sudah kembali memetakan desa yang sudah porak poranda itu. "Bergeser beberapa centi mungkin, karena kita tidak bisa pas lagi, apalagi sebagian tanah sudah menjadi laut. Tapi dalam pengukuran, kita panggil semua warga, juga ada keuchik, kita panggil orang yang ahli mengukur tanah, jadi sama-sama kita patok. Dan tidak ada masalah," terang Juami. Setelah semua pengukuran selesai, sekitar 247 warga Deah Baroh yang selamat -dan sempat mengungsi ke kompleks TVRI- kini sudah kembali ke desa mereka yang kini hanya berjarak sekitar 300 meter dari laut. Desa ini sendiri, terletak tak jauh dari bekas Pelabuhan Ulee Lhue. Sebelumnya, desa ini memiliki 1.500 jiwa penduduk. "Yang kami risaukan sekarang kalau datang hujan dan angin atau badai, karena tenda kami sudah lapuk, sudah nyaris koyak-koyak. Kasihan warga," keluh Juami yang keap disapa Keuchik Jon ini. Sedangkan untuk listrik, dia menyebutkan sudah ada sumbangan genset dari sebuah LSM, sedangkan air bersih untuk minum juga disumbang oleh OXFAM. "Air datang tiga kali sehari ke tempat kami, lumayanlah. Hanya, ya kami ini boleh dibilang tidak punya tempat untuk berteduh di tanah sendiri," lanjut Juaimi yang kini hanya tinggal bersama isterinya. Lima anak, 2 menantu dan 2 cucunya hilang terbawa gelombang tsunami. "Waktu itu saya lagi naik haji. Ketika pulang, semuanya sudah tidak ada," kenangnya. Peta desa yang mereka buat kemudian ditunjukkan kepada Kepala Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias, Kuntoro Mangku Subroto dalam pertemuan antara Kuntoro, camat dan para keuchik. "Saya senang melihatnya. Ini membuktikan bahwa warga sebenarnya juga bisa membuat peta sendiri tentang kampungnya. Ini perlu dicontoh desa lain. Karena yang paling mengerti tentang tempat tinggal di daerah tersebut adalah warga di tempat itu," ujar Kuntoro menjawab pertanyaan wartawan di tempat yang sama. Tindakan ini disebutkan Kuntoro dapat menjadi contoh bagi warga di tempat lain, sehingga mempermudah pembangunan Aceh kembali dalam masa rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. Jadi dalam masa rehabilitasi dan rekontsruksi ini menurut Kuntoro, BPN bisa hanya bersifat mengawasi saja. Apalagi, kata Kuntoro, dari berbagai kunjungannya ke berbagai daerah yang terkena tsunami di Aceh, belum satu pun suara yang dia dengar bahwa warga menginginkan direlokasi. "Yang mau saya dengar, adalah apa yang rakyat omong," demikian Kuntoro.

© Airputih.or.id. All rights reserved.