Menanti Tanda-tanda Alam
    IND | ENG

Menanti Tanda-tanda Alam

By : Hana 19 Oktober 2007 News Categori : Uncategorized

Jumat, 19 Oktober 2007 06:48:46 Menanti Tanda-tanda Alam Kategori: Gunungapi (439 kali dibaca) Nina Susilo Status Gunung Kelud awas. Warga diminta mengungsi karena sewaktu-waktu Gunung Kelud bisa meletus. Namun, sebagian besar warga masih bertahan di rumahnya. Demikian juga dua sesepuh Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Mbah Rangga dan Mbah Wo. Keduanya meyakini Gunung Kelud belum akan meletus. Di zaman serba kajian ilmiah, warga yang berpuluh tahun tinggal berdekatan dengan Gunung Kelud memilih pengalaman mereka berinteraksi dengan alam. Soebagiyo—lebih sering dipanggil Mbah Wo (80)—menyatakan tetap tinggal di rumahnya. Menurut mantan polisi itu, Gunung Kelud belum akan meletus tahun ini. Ditemui di rumahnya seluas 3 x 5 meter, berdinding anyaman bambu yang mulai rusak itu, Mbah Wo mengatakan, letusan Gunung Kelud biasanya diawali dengan terbakarnya pohon di kiri kanan kawah. Kijang dan harimau juga turun ke desa meninggalkan habitatnya. Angin tak lagi berembus. Sampai saat ini, sekitar kawah Gunung Kelud tampak masih hijau. Mbah Wo menilai aktivitas Kelud saat ini hanya "kemarahan alam" akibat perusakan oleh manusia. Salah satunya adalah larung sesajen yang dilakukan Agustus 2007. "Larung itu maksudnya bala (bahaya) yang di-kintir-kan di sungai bukan di kawah. Jadi salah kaprah dan malah mengotori," tuturnya. Kendati dengan alasan berbeda, Parjito Ranggawaloejo yang biasa disapa Mbah Rangga (64) juga tetap menolak meninggalkan rumah. "Kalau akan meletus, biasanya rekan-rekan, para leluhur pamit. Kali ini sepertinya tidak," ujarnya. Setidaknya sampai satu bulan ke depan, kata Mbah Rangga, Kelud tak akan meletus. Malah dia meminta media maupun pemerintah tidak membuat warga resah. Kalaupun Kelud meletus, Mbah Rangga mengatakan tidak akan meninggalkan rumah. Mbah Wo dan Mbah Rangga yakin letusan Gunung Kelud tidak menyakiti masyarakat. Biasanya, kata Mbah Rangga, saat terjadi letusan, warga menggunakan caping sehingga tidak terluka kendati terkena hujan pasir. Warga umumnya juga menolak menempati posko pengungsian. Berdasarkan pengalaman tahun 1990, warga yakin letusan tidak membahayakan. "Tahun 1990 hujan pasir saja, genteng rumah rusak, tetapi warga tidak apa-apa," kata Irah (43), warga Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar. Selain itu, warga umumnya membuat perlindungan semacam atap dari kayu ditutup terpal di depan rumah. Di bagian bawah sudah disiapkan alas. Menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, sah saja kalau masyarakat berpegang pada pengalaman tahun 1990. "Tetapi, peristiwa alam tidak selalu sama dengan peristiwa sebelumnya. Kenyataannya, gejala Gunung Kelud saat ini sangat berbeda dengan kondisi menjelang letusan 1990. Karenanya, kami tetap merekomendasikan pengosongan wilayah sampai radius 10 kilometer," tuturnya di Pos Pemantauan Gunung Kelud, Kamis.((*))   Sumber: kompas

© Airputih.or.id. All rights reserved.