Ketika Letusan Gunung Datang Beruntun
    IND | ENG

Ketika Letusan Gunung Datang Beruntun

By : Hana 09 November 2007 News Categori : Uncategorized

Jumat, 09 November 2007 07:05:19 Bencana Gunung berapi Ketika Letusan Gunung Datang Beruntun Kategori: Gunungapi (1023 kali dibaca) Lempeng-lempeng bumi saling berdesakan dan magma di perut bumi pun mendesak serta mendorong permukaan bumi. Dinamika bumi sepanjang masa itu saling terkait dan memicu aktivitas geologis, vulkanik, dan tektonik. Di sepanjang pertemuan antarlempeng terjadi dinamika tinggi dan di sejumlah tempat terdapat hot spot yang bertekanan tinggi serta temperatur amat tinggi. Pada hot spot inilah magma terbentuk. Akibat tekanan yang amat tinggi, magma tersebut kemudian mendesak keluar (erupsi) dari permukaan bumi sebagai lava. Dari proses erupsi yang terus-menerus dan pendinginan lava di permukaan bumi yang terus bertumpuk terbentuklah gunung. Tingkat kekentalan lava dan proses pendinginan itu menentukan tipe gunung dan tipe letusan; strato, stromboli, dan sebagainya. Dapur magma terletak di kedalaman puluhan hingga ratusan kilometer di bawah permukaan bumi. Magma ini terjadi akibat melelehnya batuan di ujung lempeng samudra yang menunjam lempeng benua. Di Indonesia, deretan gunung berapi di Pulau Sumatera, Jawa, hingga kepulauan di Nusa Tenggara muncul akibat aktivitas magma di sepanjang pertemuan antara Lempeng Samudra Indo-Australia dan Lempeng Benua Eurasia. Deretan gunung berapi juga muncul sepanjang garis pertemuan antarlempeng pada Lempeng Samudra Pasifik dan Lempeng Benua Eurasia di daerah timur, yaitu di Maluku, Sulawesi, dan Papua. Karena itulah, Indonesia masuk sebagai bagian dari rangkaian gunung api yang mengelilingi Samudra Pasifik yang disebut Cincin Api. Di daerah dasar samudra (kerak samudra) juga muncul deretan pegunungan akibat proses kelahiran yang berbeda. Di samudra muncul deretan pegunungan (punggungan samudra) akibat berpisahnya dua lempeng di daerah samudra. Dua lempeng itu saling menjauhi karena menuju ke lempeng benua. Menurut Igan Supriatman Sutawidjaja, peneliti ahli gunung api dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dari 129 gunung berapi yang ada di Indonesia, yang masuk kategori berbahaya mencapai 79 gunung. Sebanyak 22 gunung berapi di antaranya berada di Pulau Jawa. Gunung-gunung berbahaya ini masuk tipe A, artinya pernah meletus sekurang-kurangnya tahun 1600, tetapi hingga kini gunung-gunung ini menunjukkan aktivitasnya, seperti kegempaan yang berulang secara periodik. Meski mengalami mekanisme pergerakan yang sama, gunung- gunung berapi itu tidak meletus berbarengan. Hal ini antara lain karena adanya perbedaan jenis batuan, pola subduksi, dan kekuatan sumbatan lava. Setiap gunung memiliki "siklus istirahat" yang berbeda. Krakatau, misalnya, masa istirahatnya berkisar satu hingga delapan tahun. Sementara Kelud siklusnya 15-20 tahun. Paling akhir Kelud meletus tahun 1990. Gunung di Jawa Di antara gunung-gunung itu, menurut Igan, paling tidak ada empat gunung di Jawa yang tergolong paling berbahaya bagi lingkungan permukiman di sekitarnya, yaitu Gunung Kelud di Kediri, Jawa Timur; Gunung Merapi di Yogyakarta; Gunung Guntur di Garut, Jawa Barat; dan Krakatau di Banten. Tanda-tanda bahaya ketika gunung berapi mulai aktif antara lain berupa meningkatnya kegempaan vulkanik, peningkatan suhu kawah, meningkatnya gelombang magnet dan listrik, hingga terjadinya deformasi pada tubuh gunung. Menurut Mas Atje Purbawinata, mantan Kepala Bidang Penelitian dan Penyelidikan Gunung Api Badan Geologi Departemen ESDM, gunung dikatakan kritis bila magma di dalam saluran magma sudah mendekati permukaan bumi atau puncak gunung api (pada lubang kepundan) dan siap dimuntahkan dalam bentuk letusan yang bersifat eksplosif maupun efusif. "Dengan menganalisis data hasil rekaman seismograf, peralatan sensor, kamera, dan antena GPS (global positioning system) yang bekerja secara telemetris, peneliti di stasiun pengamatan dapat memprediksi meletusnya gunung berapi beberapa jam sebelumnya," tambah Igan, yang pernah menjadi Kepala Seksi Pemetaan Geologi Gunung Api PVMBG. Tidak didominasi gas Aktivitas gunung Kelud saat ini tidak sedestruktif letusan tahun 1990. Sumber energi magma tidak didominasi oleh gas sehingga tak ada ledakan, tetapi berupa material batuan. Itu sebabnya, dalam beberapa minggu muncul kubah setinggi 70 meter dengan diameter 200 meter. Letusan Kelud tahun 1927, misalnya, tidak hanya melontarkan fragmentasi fluida magma, tetapi disertai air danau kawah bervolume besar yang menghasilkan banjir lahar sehingga menelan banyak korban jiwa. Akibat letusan itu, Pemerintah Kolonial Belanda setahun kemudian mendirikan dinas kegunungapian pertama di Indonesia yang menjadi cikal bakal PVMBG, urai Mas Atje yang juga penasihat ahli di PVMBG. Adapun Gunung Semeru, gunung tertinggi di Jawa saat ini, tergolong yang paling aktif. Namun, gunung itu tidak tergolong berbahaya karena kepundannya terbuka sehingga gas langsung dikeluarkan dan energi dikeluarkan sedikit demi sedikit. "Saat ini Semeru meletus setiap 15 menit dengan mengeluarkan puluhan hingga ratusan meter kubik material. Jutaan material yang menumpuk di lereng itu berpotensi longsor dan menimbulkan banjir lahar bila musim hujan tiba," kata Igan. Gunung Guntur setinggi sekitar 1.800 meter di atas permukaan laut sejak 170 tahun lalu tidak pernah meletus. Namun, tiga tahun sekali mengalami peningkatan kegempaan. Diduga di bagian kubah gunung ini terjadi penutupan batuan yang kuat. Gunung Krakatau tergolong mengalami pertumbuhan yang cepat, tetapi memiliki kemampuan menghancurkan diri sendiri karena di dapur magmanya terkandung gas asam yang bersifat eksplosif. Sekarang ini Krakatau masih tumbuh sambil mengumpulkan gas. Tingkat letusan Krakatau dapat diketahui berdasar peningkatan kandungan silika yang dimuntahkan di lubang kawah. Ketika meletus 1883, kandungan silika 68 persen dari material lava. "Sekarang kandungan silika di Krakatau 54 persen. Peningkatan material ini terpantau sejak tahun 1960," ujar Igan, yang juga pengajar geologi di Universitas Padjadjaran. Krakatau juga pernah meletus tahun 450 Sebelum Masehi dan tahun 1200. Dengan mengamati dan memahami perilaku gunung-gunung berapi, manusia dapat menyusun langkah antisipasi dan mereduksi dampak letusannya.((YUNi Ikawati))   Sumber: kompas

© Airputih.or.id. All rights reserved.