Kebakaran Lahan, Mewaspadai dengan Satelit
    IND | ENG

Kebakaran Lahan, Mewaspadai dengan Satelit

By : Hana 23 Juli 2008 News Categori : Uncategorized

Rabu, 23 Juli 2008 12:43:20 Kebakaran Lahan Mewaspadai dengan Satelit Kategori: Teknologi Informasi (550 kali dibaca) Yuni Ikawati Kebakaran lahan/hutan di Indonesia merupakan persoalan yang mendapat perhatian masyarakat di tingkat nasional dan internasional. Kebakaran lahan/hutan semakin diwaspadai setelah terjadi El Nino tahun 1997/1998 yang memicu kebakaran yang menghanguskan jutaan hektar lahan/hutan di seluruh dunia. Badan Pangan PBB, FAO, menyatakan bahwa kerusakan lahan/hutan di dunia saat itu mencapai 25 juta hektar. Sekarang, dalam konteks pemanasan global, kebakaran lahan/hutan tidak hanya dilihat dari kerusakan hutan, tetapi juga terjadinya pelepasan emisi karbon secara besar-besaran yang mengotori udara dan menambah gas rumah kaca yang meningkatkan pemanasan global. Salah satu cara untuk mendeteksi kebakaran lahan/hutan adalah banyak digunakan data satelit penginderaan jauh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan Moderate Imaging Resolution Spectroradiometer (TERRA/AQUA MODIS). Satelit-satelit itu dilengkapi sensor thermal untuk mendeteksi titik panas (hotspot) sebagai indikator terjadinya kebakaran lahan/hutan, dan sensor pada panjang gelombang cahaya tampak (visible) untuk mengidentifikasi kabut asap hasil pembakaran. Selain itu, kedua satelit itu pun mampu mengamati permukaan bumi beberapa kali sehari dengan cakupan luas dan near-real time, (mendekati waktu riil) sehingga sangat cocok untuk kegiatan pemantauan kebakaran lahan/hutan di wilayah Indonesia. Sudah lebih dari dua dasawarsa, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mengembangkan aplikasi data satelit penginderaan jauh untuk mendeteksi kebakaran lahan/hutan ini. Salah satu contoh hasil pemantauan adalah peristiwa kebakaran lahan/hutan hebat di Kalimantan pada puncak musim kebakaran tanggal 30 Oktober 2006 menggunakan citra satelit TERRA MODIS. Titik merah menandai adanya hotspot yang menunjukkan lokasi dan sebaran terjadinya kebakaran lahan/hutan, dan kabut asap berwarna putih (gambar kiri) terlihat membubung tinggi dari setiap hotspot yang teridentifikasi. Dari gambar terlihat bahwa sebaran hotspot tersebar di bagian tengah dan sepanjang pesisir selatan Kalimantan. Kabut asap dari setiap hotspot terlihat mengarah ke utara dan barat laut, dan memenuhi atmosfer wilayah Kalimantan Tengah (citra yang diperbesar). Asap sempat melumpuhkan aktivitas masyarakat lebih dari sebulan di Kalimantan Tengah. Faktor pemicu Terjadinya kebakaran lahan/hutan di Indonesia dipicu oleh banyak faktor terutama aktivitas pembakaran untuk pembukaan lahan (pertanian/perkebunan) dan pembalakan liar (illegal logging), serta kondisi musim kemarau di wilayah Indonesia. Menurut prakiraan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), secara umum April-Juni adalah awal kemarau. Prediksi iklim oleh Lapan berdasarkan suhu permukaan Laut Pasifik Tropik Mei 2008, kondisi lebih kering akan terjadi sekitar bulan September hingga Oktober 2008. Di semua wilayah di Indonesia diprediksi ada penurunan curah hujan hingga 18 milimeter (mm) per bulan dari rata-rata bulanan pada September dan 24 mm per bulan pada bulan Oktober. Dari prakiraan BMG, musim kemarau tahun ini normal, artinya bulan kemarau mulai pada Juni-Juli dan mencapai puncak bulan September. Walau tahun ini diprediksi tidak terjadi El Nino, pada umumnya musim kemarau akan memunculkan berbagai aktivitas pembakaran, seperti sonor (penanaman padi secara tradisional di lahan rawa) di Sumatera Selatan yang menurut penelitian kadang menjadi tak terkendali. Hasil pemantauan Lapan sejak awal 2008 menggunakan data TERRA/AQUA MODIS menunjukkan ada hotspot di seluruh Indonesia sejumlah 2.099 (sebagian besar di Sumatera dan Kalimantan). Meski setiap bulan jumlahnya fluktuatif, tetapi secara umum menunjukkan tren meningkat. Dengan jumlah hotspot yang demikian banyak, kita harus lebih waspada menghadapi kemungkinan kebakaran hebat seperti pada 2006, sekitar September-Oktober tahun ini. Gambar 2 memperlihatkan terjadinya kebakaran lahan/hutan di Kalimantan pada 30 Oktober 2006 menggunakan citra satelit TERRA MODIS. Titik merah menandai hotspot—menunjukkan lokasi dan sebaran lokasi kebakaran lahan/hutan yang jumlahnya mencapai 1.292. Libatkan semua pihak Kita tentu tak mau mengulang kejadian itu. Langkah preventif dan penanggulangan (mitigasi) kebakaran lahan/hutan di Indonesia harus diperhatikan semua pihak. Masyarakat luas pun harus dilibatkan terutama di daerah-daerah yang berpotensi terjadi kebakaran lahan/hutan. Pemerintah daerah berkewajiban memantau wilayahnya secara terus-menerus untuk mendapatkan informasi yang lebih tepat dan memberikan peringatan dini bahaya kebakaran kepada masyarakat. Pemantauan hotspot dan kabut asap dengan satelit pengindera jauh merupakan cara efektif sebagai peringatan dini. Pihak Lapan dan Departemen Kehutanan telah melakukan pemantauan hotspot dan kabut asap tingkat nasional, sedang- kan di tingkat regional dilakukan ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC) di Singapura. Masyarakat luas dapat mengakses informasi mengenai hasil pemantauan melalui website Lapan di http://www.rs.lapan. go.id/SIMBA dan website ASMC di http://weather.gov.sg/ wip/web/ASMC.(Yuni Ikawati)   Sumber: Kompas

© Airputih.or.id. All rights reserved.