Aceh dan Nias Setelah Setahun Tsunami: Usaha-usaha Pemulihan dan Langkah Kedepan
    IND | ENG

Aceh dan Nias Setelah Setahun Tsunami: Usaha-usaha Pemulihan dan Langkah Kedepan

By : Hana 16 Desember 2005 News Categori : Berita

umat, 16 Desember 2005, 18:20 WIB -Berita Umum- Aceh dan Nias Setelah Setahun Tsunami: Usaha-Usaha Pemulihan dan Langkah Kedepan Sumber : BRR Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias, bersama lembaga-lembaga donor internasional, hari ini menyampaikan laporan tahunan mengenai upaya-upaya pemulihan pasca-tsunami. BANDA ACEH dan JAKARTA, 15 Desember 2005 - Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias hari ini menyampaikan laporan tahunan kemajuan usaha pemulihan pasca-tsunami yang berjudul "Aceh dan Nias Setelah Setahun Tsunami: Usaha-usaha Pemulihan Kembali dan Langkah Ke Depan" ("Aceh and Nias One Year after the Tsunami: The Recovery Effort and the Way Forward"), yang dipersiapkan bersama mitra-mitranya dari World Bank, United Nations Development Bank, Asian Development Bank, dan International Red Cross/Red Crescent. Laporan ini disampaikan kepada pers secara bersamaan di Banda Aceh dan Jakarta. "Bencana tsunami menghancurkan sepanjang 800 kilometer garis pesisir Provinsi Aceh - setara dengan tiga kali perjalanan dari Kuala Lumpur ke Singapura. Dan, gempa bumi yang terjadi sebelum dan sesudah tsunami menyebabkan kerusakan yang sangat besar di seluruh provinsi, khususnya di kepulauan Nias," demikian penjelasan Dr. Kuntoro Mangkusubroto, Direktur BRR. "Upaya rekonstruksi sekarang berjalan dengan kecepatan yang meningkat pesat. Meskipun ini merupakan program jangka panjang, kami tidak akan memperlambat kerja sampai setiap orang dapat pindah dari tenda-tenda dan menempati rumah, juga kembali bekerja atau bersekolah." Melalui usaha-usaha yang dilakukan oleh lebih dari 120 LSM internasional, 430 LSM lokal, belasan lembaga donor bilateral dan multilateral, dan sejumlah badan-badan pemerintah pusat dan daerah yang bekerja sama dengan masyarakat Aceh dan Nias, telah mengalami banyak kemajuan yang telah dicapai. Sebagian besar anak-anak sudah kembali masuk ke sekolah, pusat-pusat kesehatan telah dibuka, sekitar dua pertiga dari para petani telah kembali bekerja di tanah pertanian, dan tiga perempat dari jumlah kapal ikan yang hancur telah dibuat kembali Pembangunan perumahan, salah satu tolak ukur terpenting dalam menilai kemajuan usaha yang dilakukan, kini telah mencapai jumlah pembangunan 5.000 unit rumah setiap bulannya. Kini, lebih dari 16.000 unit rumah telah dibangun dan 16.000 unit lagi sedang dalam tahap penyelesaian.  Namun, dengan adanya 67.500 orang di Aceh dan Nias yang masih tinggal di tenda-tenda dari lebih dari 190.000 orang yang kehilangan rumahnya, kecepatan pembangunan perlu dipacu lagi pada 2006 dan rumah sementara yang layak huni harus dibangun. Tidak seperti proses rekonstruksi pascabencana di daerah lainnya, soal pendanaan tidaklah menjadi masalah di Aceh dan Nias. Setahun setelah tsunami, USD4,4 milyar dari jumlah dana yang ada telah dipergunakan untuk membiayai lebih dari seribu proyek. Saat ini, sejumlah USD775 juta telah dipergunakan dari keseluruhan biaya yang sebagian besar berasal dari LSM dan negara-negara donor. Pengalokasian dana per bulan telah mencapai sekitar USD150 juta pada akhir 2005 dan tampaknya akan meningkat mencapai USD200 juta per bulan selama 2006. Diharapkan, pemerintah Indonesia, donor, dan LSM akan memberikan sumbangan antara USD8 milyar-10 milyar guna pembangunan Aceh dan Nias ke arah yang lebih baik lagi (build back better) sampai 2009. "Anggaran telah tersedia, sehingga program-program pembangunan kembali rumah-rumah, pemulihan mata pencarian hidup, dan masyarakat di Aceh dan Nias bisa dilaksanakan," kata Andrew Steer, Country Director World Bank di Indonesia, "Namun, kesulitan yang sesungguhnya baru akan tampak pada 2006. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis guna mencapai usaha rekonstruksi yang melibatkan partisipasi masyarakat dibawah pengarahan badan khusus (BRR). Pendekatan ini membutuhkan waktu yang lebih lama, namun akan memberikan hasil pemulihan yang lebih nyata dan berkelanjutan." "Meskipun secara resmi kondisi darurat telah berakhir, namun situsi mendesak masih berlangsung," kata Kuntoro. "Kita tak bisa berharap kembali ke masa lalu. Setiap orang yang terlibat dalam proses ini hendaknya memiliki budaya tanggap terhadap kondisi darurat selama empat tahun berlangsungnya program rekonstruksi ini. Budaya darurat tidak berarti standar yang rendah. BRR telah membuat suatu standar transparansi dan integritas dalam pelaksanaan rekonstruksi guna memastikan bahwa tragedi dahsyat ini membuat suatu standar dalam menjalankan bisnis di Indonesia." Rumitnya pelaksanaan rekonstruksi, yang disebabkan oleh luasnya daerah yang terkena dampak bencana, telah memperlambat kecepatan pembangunan. Terdapat cukup banyak tanah yang tidak mungkin dihuni akibat banjir. Ribuan orang harus dipindahkan, sementara itu masih terdapat masalah tentang hak kepemilikan tanah. Air besih, sistem pembuangan, listrik, transportasi umum, dan jenis layanan lainnya harus direncanakan sebelum pembangunan rumah dilaksanakan. Akibat banyaknya jalan yang tidak bisa dilalui di beberapa tempat dan pelabuhan laut yang mengalami kerusakan besar, menimbulkan adanya kesulitan akan kebutuhan logistik dalam pelaksanaan rekonstruksi. "Pelaksanaan perencanaan tata ruang untuk memulihkan seluruh penghidupan masyarakat, dan tidak hanya semata-mata untuk pembangunan rumah, merupakan tantangan utama pada 2006," kata Pieter Smidt,  Kepala ADBs Extended Mission   di Sumatera). Dengan adanya lebih dari 500 lembaga dan organisasi-organisasi lain yang bekerja di Aceh dan Nias, faktor koordinasi menjadi suatu masalah. Untuk mendapatkan informasi terkini tentang waktu, tempat, dan usaha yang telah mereka lakukan juga merupakan suatu tantangan, meski telah ada Recovery Aceh Nias Database (RAND) yang dirancang mendata proyek-proyek rekonstruksi. Tugas utama BRR kini adalah menetapkan standar dan pelaksanaan yang baku untuk memastikan pengalokasian dana di seluruh sektor dan daerah dilaksanakan secara benar, dan mendorong kerjasama dan bukannya berkompetisi di antara sesama donor. Disisi lain BRR berupaya untuk meningkatkan kemampuannya untuk dapat melaksanakan proyek rekonstruksi dan memainkan peran secara aktif dalam memimpin para donor dan mengalokasikan dana yang diterima. Guna menghindari keterlambatan yang lebih jauh, kepekaan akan situasi darurat harus diterapkan dalam seluruh aspek pelaksanaan program-program rekonstruksi. Peraturan-peraturan pemerintah dan izin-izin yang diperlukan masih menghambat usaha-usaha rekonstruksi. Keterlambatan alokasi dan pengunaan dana melalui anggaran pemerintah juga memperlambat lajunya proyek. Terlalu banyaknya donor yang menjanjikan lebih dari yang dapat mereka penuhi mengakibatkan kekecewaan masyarakat. Dalam menghadapi segala permasalahan tersebut dan dalam membangun kekuatan pemerintahan setempat agar proses pemulihan dapat berkesinambungan, BRR mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Terobosan-terobosan yang dilakukan termasuk mengajak penduduk desa secara kolektif memetakan batas-batas kepemilikan mereka sebagai dasar untuk menetapkan kepemilikan tanah secara legal. Fasilitator masyarakat di setiap desa di Aceh dan Nias menyediakan suatu jaringan koordinasi di tingkat akar rumput. "Keadaan ini dan program lain yang memberdayakan masyarakat menggambarkan suatu aspek utama dari upaya-upaya pemulihan di sini - bahwa masyarakat setempat sangat terlibat dalam proses rekonstruksi," kata Eric Morris, Koordinator Pemulihan UN (UN Recovery Coordinator). Laporan ini juga menganalisis dampak terhadap perekonomian lokal pasca-tsunami. Hasil survei memperkirakan pada 2005 GDP menurun 5 persen di Aceh dan 20 persen di Nias, mengakibatkan 325.000 orang di Aceh dan 149.000 orang di Nias akan berada di bawah garis kemiskinan. Pesatnya pembangunan yang terjadi agaknya membantu menghidupkan kembali ekonomi lokal, namun hal ini membawa risiko yang serius. Upah dan inflasi harga mengakibatkan pemulihan ekonomi butuh waktu lama jika tidak terjadi keseimbangan antara peluang kerja bagi mereka yang kehilangan tempat tinggal dan terbukanya kesempatan bermigrasi bagi tenaga kerja. Kunci terjadinya pemulihan berkelanjutan dengan memungkinkan keseimbangan program dalam menciptakan lapangan kerja dengan cara memperbaiki lahan pertanian, tambak udang dan ikan, mendorong nelayan laut lepas, dan mempromosikan program-program keuangan mikro dalam pemulihan usaha-usaha kecil dan menengah. Juga penting untuk menjadikan proses pemulihan ini guna memperkuat ketabahan hati jika terjadi bencana di masa depan. "Banyak pelajaran yang bisa dipetik, khususnya bahwa sistem peringatan dini harus dibangun dengan pendekatan secara menyeluruh dan berbasis masyarakat," kata Marie Muhammad, Ketua Palang Merah Indonesia. Hal terpenting dalam upaya proses pemulihan jangka panjang adalah mempertahankan perdamaian. Penandatanganan perjanjian perdamaian Helsinki pada 15 Agustus 2005 antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) membawa keuntungan bagi wilayah ini yang telah menderita dalam masa konflik selama tiga dekade. Program rekonstruksi menunjukkan kemungkinan memperkuat proses perdamaian dengan cara mengajak seluruh masyarakat secara bersama-sama untuk merencanakan masa depan mereka, terutama pada kawasan yang telah sekian lama terisolasi akibat konflik. Laporan lengkap dapat dilihat di: www.e-aceh-nias.org Untuk informasi lebih lanjut, mohon hubungi: Kontak Media di Jakarta: BRR - Puteri Watson (+62) 8158316339, [email protected] The World Bank - Mohamad Al-Arief (+62 21) 5299-3084, [email protected] Kontak Media di Banda Aceh: BRR - Endang Kamajaya Saputra (+62) 81310292930, [email protected] The World Bank - Prabha Chandran (+62) 8126989861, [email protected]

© Airputih.or.id. All rights reserved.