OSS Sesuai dengan Kultur Masyarakat Indonesia
    IND | ENG

OSS Sesuai dengan Kultur Masyarakat Indonesia

By : Taufik Hazan Asari 08 Desember 2008 News Categori : Kolom Pembicaraan

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti Perjuangan Yayasan AirPutih mensosialisasikan TI ke kalangan masyarakat dimulai pasca bencana alam tsunami di Aceh, Desember 2004 lalu. Kala itu, bantuan tim relawan AirPutih untuk wilayah yang dilanda bencana fokus pada pada sektor TI, yaitu pembangunan infrastruktur TI darurat untuk mewartakan kondisi riil yang terjadi di Aceh. “Jadi, boleh dikatakan keberangkatan tim AirPutih ke Aceh ini merupakan embrio berdirinya Yayasan AirPutih,” kata Imron Fauzi, koordinator Yayasan AirPutih. Pengalaman turun ke lapangan, memberi dukungan TI di Aceh dan Nias, diakui Imron memberi pengalaman bagi tim AirPutih. Melihat rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap TI dan minimnya akses masyarakat dalam memperoleh informasi jadi alasan mereka membentuk Yayasan AirPutih. Sosialisasi TI dan Open Source “AirPutih mendorong masyarakat agar melek TI dan terlibat secara aktif dalam pertukaran informasi,” tutur Imron. Demi mencapai tujuan itu, AirPutih kerap mengadakan pendidikan dan pelatihan TI, serta giat mensosialisasikan penggunaan open source software (OSS). “Kami memberikan fasilitas hosting untuk organisasi dan komunitas,” kata Imron. “Salah satu langkah yang sudah dilakukan AirPutih―bekerja sama dengan BMG dan stasiun TV―adalah membuat aplikasi diseminasi info gempa dan peringatan dini tsunami (yang bisa diakses masyarakat), serta portal informasi bencana sebagai media edukasi tentang lingkungan dan bencana.” Menurut Imron, OSS merupakan media yang lebih mudah dijangkau oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi. Beragam kegiatan untuk mensosialisasikan OSS di kalangan masyarakat giat dilakukan oleh yayasan ini, baik dalam kegiatan formal maupun informal. “Menyuruh orang menggunakan OSS dan peranti lunak legal sama dengan merubah perilaku orang. Jadi, strategi sosialisasinya tak hanya sebatas seminar dan workshop,” Imron memaparkan. Karena itu, katanya, sosialiasasi juga dilakukan secara informal. Misalnya dengan diskusi ringan di warung, promosi dari teman ke teman, atau dari organisasi ke organisasi. Saat ini, Yayasan AirPutih, didukung oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi dan Hivos, tengah giat mensosialisasikan penggunaan OSS di propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka bekerja sama dengan beberapa organisasi seperti YPLI, KPLI Aceh, KPLI Jogja, juga pemerintahan di NAD dan DIY. “Respon dari mereka sangat bagus, seperti di Aceh Tengah dan Lhokseumawe. Pemerintah di daerah Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, berinisiatif menggunakan peranti lunak open source sebagai peranti lunak legal. Mereka tidak mau pakai peranti lunak bajakan karena haram dan berdosa,” kata Imron. Kendala Kenapa masih banyak orang enggan pakai OSS? Menurut Imron, itu terjadi karena mereka tidak tahu dan tidak mau tahu. “Ini dialami oleh semua lapisan masyarakat. Sejak dini, mereka sudah dibiasakan dan dikenalkan dengan peranti lunak proprietary, yang kebanyakan juga bajakan,” jelasnya. Hal itu, menurut Imron, membuat orang malas untuk menjajal OSS―karena mereka sudah merasa nyaman dan terbiasa dengan proprietary software. “Meski tak punya uang untuk beli lisensi, ya mereka tetap saja pakai bajakan,” kata Imron. Di lapangan, dia pun melihat kondisi tersebut juga terjadi pada tingkat pemerintah selaku pengambil kebijakan. Mulai dari tingkat pusat sampai daerah, banyak yang enggan menggunakan OSS, dia menjelaskan. “Pemerintah daerah enggan pakai OSS karena tidak ada perintah dari pusat atau pimpinan. Sementara pada level pusat sudah punya komitmen untuk menggunakan peranti lunak legal, dalam hal ini open source. Komitmen ini belum dilakukan pada tataran implementasi,” jelas Imron. “Yang kami tahu, untuk mendukung penuh adalah dari Ristek dan Depkominfo,” tambahnya. Imron sendiri menilai, hal yang perlu ditekankan untuk memajukan kesadaran dalam dunia TI nasional adalah semangat untuk berubah. Untuk itu, semua pihak harus berperan, khususnya para pemimpin di pemerintahan. Kelebihan OSS Tentang open source software dan proprietary software, Imron menilai masing-masing punya kelemahan dan kelebihan. “Proprietary punya ranah sendiri, demikian juga perangkat lunak open source. Dan, kedudukan open source bukan sebagai level kedua atau pengganti,” katanya. Menurutnya, filosofi OSS adalah orang bebas untuk menggunakan, mempelajari, memperbaiki, menggandakan, dan mendistribusikannya. “Secara ideologi, antara proprietary dan open source sudah berbeda. Untuk masyarakat Indonesia yang punya kultur budaya gotong royong―saling membantu dan saling meminjamkan―gerakan open source ini sangat cocok,” tutur Imron. Dia sangat optimis OSS bisa berkembang di Indonesia. Dari sisi teknis, dia menilai, OSS menginspirasi ribuan orang untuk berkontribusi. Selain itu, belum ada virus yang merepotkan yang menyerang OSS dan mengganggu aktivitas penggunanya. Tanpa memandang konteks gratis, dia melihat OSS lebih mudah diperoleh ketimbang proprietary software.

Sumber : QB Headline

© Airputih.or.id. All rights reserved.