Bencana Terus Mengancam Produksi Pangan
    IND | ENG

Bencana Terus Mengancam Produksi Pangan

By : Hana 29 April 2008 News Categori : Berita

Selasa, 29 April 2008 21:22:06

Pemeliharaan Irigasi Tidak Optimal

Bencana Terus Mengancam Produksi Pangan

Kategori: Umum (18 kali dibaca)

Karawang, Kompas - Pengelolaan infrastruktur irigasi di pesisir utara Jawa Barat tidak optimal. Pengerukan selalu tidak sebanding dengan laju pendangkalan serta penyempitan. Akibatnya, banjir dan kekeringan selalu mengancam produksi pangan dan pendapatan petani.

Sejumlah petani Kabupaten Karawang yang ditemui sejak pekan lalu hingga Senin (28/4) mengatakan, saluran irigasi primer, sekunder, dan tersier di sekitar sawahnya semakin dangkal. Tanaman air seperti eceng gondok, apung-apung, dan ganggang juga cepat berkembang dan menutupi permukaan.

Rohmat (43), Ketua Kelompok Tani Waspada di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, mengatakan, karena dangkal, sungai-sungai pembuang dan saluran irigasi sering meluap ketika hujan. Saat puncak hujan pada pertengahan Februari lalu, misalnya, 35 hektar sawah di Blok Waspada dan 54 hektar di Blok Pacordaun di Desa Pasirjaya tergenang banjir. Masa tanam petani pun mundur hingga dua bulan.

Toni Afandi (38), petani di Desa Sumurgede, Kecamatan Cilamaya Kulon, menambahkan, petani di pesisir utara kehilangan 2-3 kali kesempatan tanam karena masalah banjir atau kekeringan. Petani juga mengeluarkan biaya lebih karena harus memompa air dari saluran irigasi ke petak sawah saat kekurangan air, menebar benih hingga empat kali karena bibit mati terendam, atau memupuk ulang pascabanjir.

Menurut dia, kesenjangan antara petani di daerah hulu dan hilir semakin lebar karena memburuknya kondisi saluran irigasi. "Petani di hulu bisa menanam tiga kali karena air mengalir sepanjang tahun. Di hilir, bisa menanam dua kali saja sudah untung," ujarnya.

Terkendala

Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Kabupaten Karawang Didy Sarbini HS mengatakan, implementasi pemeliharaan tidak optimal karena saluran irigasi dikelola secara bersama oleh sejumlah instansi di tingkat pusat, provinsi, atau kabupaten. Kondisi itu diperparah dengan menurunnya kualitas air, bencana banjir, dan perilaku buruk pengguna air.

"Kerusakan daerah tangkapan air di hulu, misalnya, turut membawa endapan yang mempercepat laju sedimentasi, sedangkan pengerukan selama ini masih sangat kurang," ujarnya.

Tahun 2007, Badan Perencana Daerah Kabupaten Karawang mencatat, dari 320,36 kilometer saluran irigasi yang ada, 55 persen di antaranya rusak berat, 27 persen rusak ringan, dan 18 persen masih baik.

Kepala Bidang Pengairan Dinas Bina Marga dan Pengairan Karawang Abe Lukman menilai kondisi di lapangan tidak separah data kerusakan itu. Sebab, pemeliharaan dan perbaikan terus dilakukan sesuai dengan kewenangan masing-masing instansi. Saluran irigasi primer dikelola Perum Jasa Tirta (PJT) II. Saluran sekunder dikelola pemerintah daerah, sedangkan tersier oleh usaha tani.

Kepala Biro Bina Operasi dan Konservasi PJT II Sutisna Pikrasaleh mengungkapkan hal serupa. Menurut dia, anggaran dari PJT II selama ini hanya memenuhi 30-35 persen kebutuhan. Karena itu, kondisi infrastruktur irigasi yang kini telah berumur 40 tahun semakin buruk.

Sementara itu, kebutuhan air irigasi untuk sekitar 240.000 hektar sawah di Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu diperkirakan tercukupi hingga akhir 2008 nanti. Sutisna mengatakan, volume air Waduk Ir H Djuanda bertambah signifikan sejak hujan turun beberapa bulan lalu.

Berdasarkan neraca air Sungai Citarum tanggal 28 April 2008, tinggi muka air Waduk Jatiluhur mencapai 107,37 mete atau lebih tinggi daripada rencana normal 107 meter. Adapun volume air mencapai 2.478,62 juta meter kubik atau lebih tinggi dibandingkan dengan rencana sebesar 1.658,6 juta meter kubik.((MKN))

 

Sumber: kompas

© Airputih.or.id. All rights reserved.